Lihat ke Halaman Asli

Pringadi Abdi Surya

TERVERIFIKASI

Pejalan kreatif

Membaca Realisasi APBN Semester I

Diperbarui: 11 Agustus 2016   13:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: I Account APBN 30 Juni

Tema APBN sebenarnya adalah sesuatu yang menarik. Apalagi sekembalinya Sri Mulyani ke Indonesia, pernyataan dari Menteri Keuangan tersebut membuat beberapa kalangan terbelalak. APBN kita tidak realistis. Rencana pemotongan anggaran sebesar 133 Trilyun pun menjadi keputusan dalam sidang kabinet dibarengi dengan revisi target penerimaan pajak.

Pertanyaannya, bagaimana sih keadaan APBN kita sekarang? Apakah keadaan APBN kita benar-benar keadaan bahaya?

Secara garis besar, APBN terdiri dari lima elemen, yakni Pendapatan Negara dan Hibah, Belanja Negara, Keseimbangan Primer, Surplus/Defisit anggaran dan Pembiayaan.

Isu terbesar pertama ada di Pendapatan Negara dan Hibah yakni di Penerimaan Perpajakan. Dari gambar tersebut kita dapat melihat target penerimaan perpajakan adalah 1539,2 T. Hingga 30 Juni 2016, realisasinya baru 522 T atau hanya sebesar 33,9%. Titik yang harus menjadi fokus adalah pada Pajak Penghasilan Non-migas. Ini bisa berarti mengacu pada PPh Orang Pribadi dan PPh Badan.

Seperti yang diketahui, angkatan kerja tahun 2015 lebih dari 128 juta. Dari sejumlah itu, hanya sekitar 27 juta yang memiliki NPWP orang Pribadi. Dan dari jumlah itu, hanya 9,92 juta yang melaporkan SPT. Dan tak lebih dua juta orang yang SPTnya tidak nihil. Ini menyiratkan betapa potensi PPh orang pribadi begitu besar dan belum tersentuh.

Sumber: djpbn.kemenkeu.go.id

Realisasi penerimaan pajak yang tak sampai 34% di semester 1 adalah ancaman bagi APBN. Realisasi ini bahkan lebih rendah dari realisasi semester 1 tahun lalu. Dengan target yang lebih tinggi dari tahun lalu, maka bisa diramalkan target penerimaan negara hingga akhir tahun akan jauh di bawah target kecuali jika Tax Amnesty benar-benar bisa berhasil 100%.

Ancaman shortfall, atau cash flow shortage, bisa dilihat dari pergerakan realisasi belanja di semester 1 yang mencapai 41%. Dari tren yang ada, belanja secara progresif akan meningkat di semester kedua karena kontrak-kontrak yang sudah berlangsung akan selesai di triwulan III dan IV. Mengatasi itu, Sri Mulyani memerintahkan untuk mendata semua kontrak yang sudah berjalan dan belum berjalan. Kontrak-kontrak yang belum berjalan dan dipandang tidak begitu urgent akan diambil kebijakan lebih lanjut. Begitu juga dengan Belanja Barang (52). Sasaran selanjutnya adalah memangkas semua biaya perjalanan dinas, biaya operasional yang mungkin dipangkas dalam Belanja Barang tersebut.

Isu dalam belanja ini begitu banyak. Mulai dari Belanja Pegawai yakni terkait rasionalisasi PNS yang sangat perlu dilakukan demi ruang fiskal, adanya Dana Desa yang menjadi Mandatory Spending baru, dan kenyataan bahwa Pemerintah Pusat begitu perhatian dengan Papua dan Aceh, tercermin dari Dana Otsus yang dianggarkan hingga 18,3 T. Masalah Pengembalian Pajak yang nilainya fantastis juga menjadi misteri.

Persoalan ke depan, PR untuk APBN 2017 adalah pada kualitas belanja. Kita tidak perlu "gaya-gayaan" dengan meningkatkan belanja seakan-akan pertumbuhan ekonomi ekivalden dengan peningkatan APBN, tetapi dengan serius merumuskan apa yang benar-benar butuh dikerjakan dengan anggaran yang realistis.

Sumber: I Acccount APBN 30 Juni

Kemudian, selisih di antara penerimaan dan belanja tadi bagaimana? Ya, ditutup dengan pembiayaan. Pembiayaan ini salah satunya utang.

Kita lihat tadi realisasi penerimaan 634,7 T sementara realisasi belanja 865,4 T. Terjadi defisit anggaran sebesar 230,7 T. Angka defisit terhadap PDB yang dibolehkan undang-undang adalah 3%. Dengan angka semester 1 ini, defisit sudah mencapai 1,83%.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline