Lihat ke Halaman Asli

Pringadi Abdi Surya

TERVERIFIKASI

Pejalan kreatif

Kompetensi Guru, Sebuah PR Besar

Diperbarui: 9 Agustus 2016   14:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar: rimanews.com

Beberapa tahun belakangan, orang-orang banyak membicarakan Finlandia sebagai kiblat pendidikan. Finlandia dianggap telah berhasil menerapkan sistem pendidikan. Ada banyak daya tarik yang diterapkan di dalam sistem pendidikan di Finlandia, terutama dalam kemandirian siswa dan gurunya. Namun, bukan begitu saja kita bisa meniru mereka.

Sering saya bertanya-tanya, sepertinya ada yang salah dengan pendidikan di Indonesia. Ketika dulu saya hendak mengikuti SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru), pilihan untuk ke FKIP (Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan) adalah pilihan yang mudah. Maksudnya, passing grade ataupun nilai nasional yang jadi acuan untuk dapat lulus FKIP itu tidak tinggi. Kalah jauh dari Kedokteran, Teknik, bahkan Manajemen. FKIP tidak menjadi favorit sehingga yang mendaftar ke FKIP bukanlah orang-orang yang berkualitas utama. Pertanyaannya, jika bahan bakunya bukan yang terbaik, bagaimana nanti hasilnya?

Uji Kompetensi Guru pada tahun 2015 lalu menghasilkan angka yang menarik. Standar yang diberlakukan untuk UKG adalah 55 (skala 100). Dan hasil UKG tersebut rata-rata hanyalah 53,02 atau di bawah rata-rata dengan rincian rata-rata 54,77 untuk uji profesionalisme dan 48,94 untuk kompetensi pedagogik. Dan entah mengkhawatirkan atau menggembirakan, dari sekitar 2,9 juta guru yang mengikuti tes, ada 3805 orang yang nilainya di atas 91. Dan dari semua provinsi, hanya 7 provinsi yang nilai rata-ratanya berada di atas standar, yakni:

1. DI Yogyakarta (62,58),
2. Jawa Tengah (59,10),
3. DKI Jakarta (58,44),
4. Jawa Timur (56,73),
5. Bali (56,13),
6. Bangka Belitung (55,13),
7. Jawa Barat (55,06).

Bisa dibayangkan, bagaimana logikanya, kondisi kompetensi guru yang sedemikian rupa bisa mendidik murid-murid menjadi istimewa? Makanya, jika kita lihat kembali, hanya akan ada 1-2 murid yang cemerlang dalam 1 kelas. Dan dalam statistik, kita menyebutnya outlayers.

Belajar dari Finlandia, salah satu hal menarik lainnya adalah profesi guru begitu dihormati. Guru ditempatkan setara dengan dokter. Sebagaimana karakteristik Skandinavia, meski secara penghasilan tidak tinggi, guru-guru di Finlandia begitu menjaga integritasnya. Independesi guru pun tercermin dalam kebebasan para guru untuk merumuskan kurikulum. Pemerintah bisa dibilang tak ikut campur mengenai hal itu. Keistimewaaan profesi guru pun terlihat dari mereka yang melamar menjadi guru adalah hasil rekomendasi gurunya. Di sini kita bisa melihat, Finlandia menjaga input Sumber Daya Manusia pendidik mereka dengan baik.

Ketika melihat kenyataan ini dan dihadapkan pada isu mengenai full-day-schhol, hati saya menjadi miris. Bagaimana mungkin kita bisa mempercayakan anak-anak pada tenaga pendidik yang sedemikian?

Di sisi lain, juga timbul pertanyaan, anggaran pendidikan yang 20% dari APBN itu bisakah disisihkan untuk membuat sekolah kedinasan guru yang mumpuni seperti STAN atau usaha lain untuk menyediakan SDM guru yang kompeten?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline