Lihat ke Halaman Asli

Pringadi Abdi Surya

TERVERIFIKASI

Pejalan kreatif

Dari Takabonerate, Murakami Hingga Kebahagiaan

Diperbarui: 26 Mei 2016   15:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Takabonerate. Sumber: mpritol.wordpress.com

Takabonerate, 2046

Dengan segera kupasang sepatu katak setelah instruktur menyelam memanggil namaku. Tak sabar rasanya melihat bagaimana keindahan pemandangan bawah laut Takabonerate dengan berbagai jenis terumbu dan ikan karang. Tabung oksigen sudah siap. Kaca mata selam juga sudah terpasang sempurna. Instruktur memberiku aba-aba untuk menjatuhkan diri ke dalam air. Satu... dua... tiga....

Masa depan adalah hari ini. Kucamkan betul kalimat ini di relungku. Dan pada saat yang sama, aku banyak menyesali waktu-waktu berharga yang terbuang percuma. Kini, sudah nyaris 28 tahun usiaku. Bila merujuk pada peraturan MENPAN saat ini, aku akan pensiun pada usia 58 tahun. Atau sekitar 30 tahun lagi. Itu bila umurku mampu mencapainya.

Aku memang seorang Aparatur Sipil Negara. Di Kementerian Keuangan. Dalam hampir 5 tahun masa kerjaku, aku sudah mengunjungi beberapa tempat, baik sifatnya SK Mutasi maupun Surat Tugas. Hal itu membuatku punya hobi baru, yakni jalan-jalan. Bayanganku, salah satunya, aku bisa berjalan-jalan ke Takabonerate di wilayah Selayar di masa pensiunku nanti. Tidak perlu menunggu usia 58, bila aturan pensiun dini jadi diberlakukan, aku ingin pensiun dini saja dan menikmati waktuku dengan kebebasan berkreasi dan berekspresi. Tentu, aku harus menyiapkan dana pensiun yang melimpah agar hal-hal yang kuinginkan dapat kuwujudkan.

Aku begitu terinspirasi oleh Haruki Murakami dalam hal ini. Pada usia 28 tahunlah, ia memutuskan untuk menulis novel perdananya. Dengarlah Nyanyian Angin. Novel debutnya itu memenangkan penghargaan penulis di Jepang. Murakami sendiri memiliki klub jazz. Ia bekerja dan mengelola klub miliknya. Setelah ia menyadari tidak mungkin menulis sambil mengelola klub, ia memutuskan untuk menutup klubnya. Keputusannya itu berbuah manis dengan menjadinya dia seorang penulis dunia yang beberapa kali masuk nominasi nobel sastra.

Haruki Murakami. Sumber: NYTIMES.

Ya, selain ASN, aku juga seorang penulis. Aku telah menulis lebih dulu dari Haruki Murakami. Debutku bahkan terjadi di 2009, pada saat aku berusia 21 tahun. Namun, selama 7 tahun, aku belum pernah menulis novel sendiri. Tahun lalu, aku menulis 4 Musim Cinta bersama ketiga temanku. Dan dari semua buku itu, belum ada buku yang penjualannya memuaskan sehingga royaltinya sanggup memenuhi tabungan hari tua.

Tahun ini novel perdanaku akan terbit. Kita-kira bulan Juli nanti. Judulnya PHI. Dan aku kini berusia 28 tahun, tepatnya Agustus nanti, persis Murakami. Sebelumnya, PHI juga masuk nominasi Lomba Penulisan Novel Dewan Kesenian Jakarta 2014. Aku tak tahu, apakah kemudian nasibku akan seperti Murakami—memilih salah satu profesi dan kemudian sukses?

Jika Murakami punya hobi berlari, dan ia menganggap investasi terbaik bagi seorang penulis adalah kesehatan dan waktu berlari yang membuat ia mendapatkan banyak inspirasi, aku menyukai perjalanan. Tentu, setelah membaca What I Talk About When I Talk About Running, aku juga membeli sepatu lari dan berniat untuk menjaga kesehatan dan postur tubuhku. Tetapi karena latar pendidikanku adalah di bidang keuangan, aku juga memaknai investasi dari sudut pandang keuangan.

Investasi adalah kita menanam sebatang pohon. Pohon itu akan tumbuh, berkembang, berdaun, lebat, berbuah, buahnya matang, berbiji, kemudian bijinya ditanam lagi, tumbuh pohon-pohon yang baru, dan seterusnya. Investasi yang baik adalah investasi aman . Investasi terbaik juga investasi menguntungkan. Bicara aman, maka yang terbersit di pikiran adalah emas. Meski aku merasa emas adalah hedging/lindung nilai, bukan investasi. Emas berarti kita menanam pohon, tapi pohon itu akan hanya seukuran itu, tidak akan bertambah, tetapi pohon itu akan tetap ada, tidak mati. Investasi aman juga bisa berarti tanah. Namun, tanah kini harganya makin tinggi dan sulit dijangkau oleh kantong ASN secara tunai. Aku pribadi antiutang. Jadi aku berprinsip tak akan membeli tanah atau properti dengan utang. Jadi, strategiku, dengan menukarkan uang ke emas. Lalu pada saatnya, emas itu akan kutukarkan dengan tanah.

Sementara investasi yang menguntungkan adalah pohon tadi. Ada resiko pohon itu akan mati jika tidak dipupuk. Ada juga resiko pohon itu tidak akan menghasilkan buah. Di sinilah prinsip high risk high return itu berlaku. Lalu apa pohon yang sudah kutanam?

Saat ini, salah satu pohon yang kutanam itu ada di bidang penerbitan. Aku tahu, bahwa hari esokku juga akan bergantung pada kesuksesanku menjalankan penerbitan ini. Aku tidak mau bergantung pada penghasilanku sebagai ASN. Meski secara perjalanan karir, mungkin saja aku akan mencapai Eselon II pada usia 50an tahun. Tampak sok idealiskah, jika kukatakan profesiku sebagai ASN adalah semata pengabdian?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline