Lihat ke Halaman Asli

Yohana Krisna A S

Guru muda yang idealis

Mendung Pekat

Diperbarui: 30 November 2018   14:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mendung menyelimuti kota dingin, Malang. Di sebuah gedung yang dibangun lebih dari 100 tahun lalu oleh Belanda yang masih berdiri kokoh dan telah dialih fungsikan sebagai Sekolah Menengah Umum oleh Diknas setempat, duduk seorang siswi yang selalu merenung seorang diri di teras ruang guru. Tak ada yang tau kenapa dia selalu terlihat murung. Juga tak ada yang tau kenapa dia selalu begitu. Biasanya dia merenung di pojok kelasnya. Tapi entah kenapa hari ini dia berpindah tempat di teras ruang guru.

Gadis itu, sebenarnya cantik. Dengan perawakan yang proporsional dan kulit sawo matang. Namun tak ada seorangpun mau berteman dengannya. Entah karena apa. Mata coklat nya seolah tajam menusuk karena dia selalu menatap dingin setiap orang. Bukan pada setiap orang, lebih tepatnya dia hanya menatap tajam pada laki-laki. Entah apa sebab. Tak ada yang benar-benar tau. Senyumnya? Entahlah. Dia tak pernah tersenyum. Bicarapun dia enggan.

Nun jauh diseberang, tepat didepan kelas 2 IPA1 ada seorang lelaki yang selalu memperhatikan gadis itu. Bibirnya bergumam pelan. "Susi, kenapa kau selalu begitu? Kapan kau tau bahwa aku mencintaimu kalau menatapku saja seperti menatap bangkai?"

Sang gadis menyadari bahwa dia sedang diperhatikan. Matanya nyalang kesana kemari berusaha mencari mata yang menatapnya sampai bertemu pada satu titik. Laki-laki itu. Sang gadis mendengus. Dan bergumam, "Menjijikan." dia gumamkan itu penuh amarah sampai mukanya merah padam. Lelaki yang diseberang itu menyadari bahwa sang gadis tak terlalu suka dengan tatapannya. maka diapun berlalu masuk ke kelasnya.

Hujan yang sedari tadi menggantung di langit yang sudah sangat pekat, akhirnya tumpah juga. Rintiknya memang tidak sederas kemarin tapi cukup membuat orang menggigil. Gadis itu memakai jaketnya merapatkan diri di sofa teras kantor guru.

"Kau belum pulang?" tanya Bu Ani guru kimia yang mengajar di kelas gadis itu.

Gelengan yang dia berikan.

"Menunggu seseorang?" tanya Bu Ani lagi. Beliau prihatin melihat anak didiknya ini. Bukan hanya sekali ini Susi terlihat merenung. Setiap di kelas saat pelajaran pun dia juga merenung.

Sekali lagi dia menggeleng.

Bu guru mengangguk lalu berlalu masuk ke ruang guru lagi.

Susi melirik jam dipergelangan tangannya yang berwarna biru cerah. Pukul 14.50. harusnya dia pulang. Tapi entah kenapa. Seolah ada yang menahannya untuk tetap digedung sekolah itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline