"Anakku akhirnya kau pulang. Ibu sangat merindukanmu."
"Permata juga Ibu."
"Ayo kita ke belakang, ayahanda sedang di belakang," Permata pun mengikuti ibunya.
"Ayah belakangan ini perasaan putri sering tidak tenang jika bersama dengan orang tak dikenal," tanya puteri begitu berjumpa ayahandanya.
"Ya jangan begitu bisa menganggu pikiran. Sebenarnya itu hal yang wajar. Cuma enggak enak kalau terus merasa tidak tenang. Permata punya banyak teman adalah anugerah, makanya orang asing awalnya. Lama-lama jadi teman," para pengawal takzim memdengarkan, sudah barang tentu Permata juga meskipun Permata masih kesal dengan orang asing.
"Ayo kita ke dalam," ajak pendekar dan diikuti pengawal.
"Ayah, Ibu, kakek, nenek mana?"
"Nah itu dia. Mereka sudah menunggumu dari tadi jelas puteri Rembulan.
" Kakek, nenek," teriak Permata.
"Iya sayang," seraya memeluk cucu tercinta. Ibnda pendekar sampaj meneteskan air mata.
"Nenek ingat waktu kau kecil, ayah dan ibumu yang sedang mengendongmu terpisah. Sekarang kamu sudah besar," setelah mereka masuk ruangan, jamuan makan sudah siap. Mereka duduk dan pengawal pun dipersilakan duduk.