Lihat ke Halaman Asli

Tidak Ada Makan Siang Gratis

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ada pepatah berbunyi "Tak ada makan siang gratis". Pepatah tersebut berlaku pada saya ketika Kamis kemarin menghadiri sebuah undangan Pindah Rumah. Saya pikir undangan makan siang dari tetangga yang baru pindah rumah itu seperti halnya tetangga yang lain dengan mengadakan perjamuan makan sambil berkenalan dengan tetangga yang sudah lebih dahulu tinggal di komplek Graha Sentosa Sudiang, Makassar.

Rupanya tetangga baru yang satu ini lain. Jamuan makan siang yang digelar dengan mengundang tetangga dan kerabatnya dari Bone juga mengharapkan para tetamu memberikan amplop. Saya yang datang tanpa amplop menjadi kikuk sendiri ketika para tetamu yang datang sambil membawa amplop disakunya dan ketika akan pulang baru diberikan pada tuan rumah. Saya yang datang tanpa amplop ketika akan pulang mendapat perlakuan berbeda karena ketika berjabat tangan tanpa disertai amplop. Uluran jabatan tangan saya sesaat tidak tersambut oleh tuan rumah sehingga saya merasakan pandangan yang berbeda dari tuan rumah tersebut.

Saya bisa memaklumi watak dari sebagian orang-orang Bugis Bone, Soppeng dan Wajo atau diistilahkan BOSOWA (bedakan dengan group bisnis Bosowa Corp). Mental wirausaha yang kental pada ketiga wilayah etnik Bugis tersebut membuat sebagian pergaulan selalu diukur dengan uang. Bukan bermaksud memberi stereotipe negatif pada ketiga wilayah tersebut, tapi hanya bermaksud mengungkap mental wirausaha sebagian besar masyarakatnya. Mungkin sama dengan stereotype orang Padang yang bermental wirausaha sehingga terkadang dalam pergaulan sosial tetap nampak motivasi uang dibalik pergaulan sosial itu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline