Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

Memaknai Puasa Ramadan sebagai Madrasah Rohani

Diperbarui: 26 April 2022   13:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika kita bisa memaknai puasa Ramadan, maka akan melahirkan perubahan karakter yang lebih baik setelah bulan suci Ramadan berlalu (dok.pri)

Puasa Ramadan hendaknya tidak hanya sekedar dilakukan/dilaksanakan, namun juga harus dimaknai. Kalau puasa hanya dilaksanakan, itu berarti kita hanya sekedar mengugurkan kewajiban. Tak ada bekasnya di dalam diri kita setelah bulan Ramadan berlalu. Kalau puasa hanya dilaksanakan, kambing pun bisa melakukannya. Cukup kita kurung kambing itu di dalam kandang, tanpa kita beri makan dan minum, maka dia akan berpuasa.

Jika kita bisa memaknai puasa Ramadan, maka akan melahirkan perubahan karakter yang lebih baik setelah bulan suci Ramadan berlalu, atau setelah kita berpuasa. Syekh Rasyid Ridho dalam tafsir Al-Manan mengatakan, puasa hakikatnya adalah pendidikan untuk kemauan. Selama bulan puasa, kita dididik untuk mengekang/membatasi segala kemauan atau keinginan kita.

Imam Ghozali berpendapat, puasa Ramadan adalah Madrasah Rohani. Menurut Imam Ghozali, ada 4 unsur rohani yang mendapat pendidikan selama kita berpuasa. 

1. Pendidikan Hati

Orang yang berpuasa diharapkan memiliki Qolbun Saliim, hati yang selamat.

Rasulullah (Shallallahu alaihi wa sallam)  bersabda, 

"Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik, maka akan baik seluruh tubuh manusia, dan jika segumpal daging itu buruk, maka akan buruk seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati manusia." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hati adalah pusat pergerakan jasad insan. Jika hati seseorang itu sehat, maka seluruh anggota tubuh akan sehat dan sejahtera. Sebaliknya, jika hatinya kotor, maka amal perbuatan anggota tubuh juga akan rusak dan kotor, tiada guna dan tiada berpahala.

Maulana Muhammad Zakariya Al-Khandhlawi dalam kitabnya Fadhilah Amal menyatakan hati diibaratkan seperti cermin.  Semakin kotor cermin tersebut, semakin kurang cahaya yang dipantulkannya. Sebaliknya, apabila cermin itu semakin bersih, maka semakin terang pula pantulan cahaya marifatnya. Di antara tanda hati yang kotor dan berpenyakit adalah:

  • Sering gelisah dan tidak tenteram
  • Selalu membanggakan diri sendiri
  • Memandang rendah dan hina terhadap orang lain
  • Menganggap diri lebih daripada orang lain
  • Tidak amanah dan ingkar janji
  • Sering mencari aib orang lain dan disebarkan
  • Suka mengumpat dan menyakiti orang lain
  • Mudah berburuk sangka terhadap orang lain
  • Cinta dunia melebihi kecintaan pada akhirat
  • Sering mengabaikan ibadah

Puasa Ramadan diharapkan dapat mendidik hati kita menjadi hati yang bersih dari kotoran hati, dan hati yang sehat bebas dari penyakit hati.

Orang yang berpuasa dan berhasil mendapatkan pendidikan hati, maka dia bisa menghadap Allah dalam keadaan hati yang bersih (Qolbun Saliim). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline