Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

Bahaya Multitasking Bagi Kesehatan Otak

Diperbarui: 22 Februari 2022   07:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak hanya menurunkan efektivitas kerja, multitasking juga memberi dampak buruk pada kesehatan otak (pixabay)

Ada sebuah pepatah barat, "Jack of all trade, master of none". Artinya, ada orang yang ingin mencoba banyak ketrampilan sekaligus, alih-alih mendapatkan keahlian dengan fokus pada satu hal saja. Pada akhirnya, orang tersebut malah tidak mendapatkan apapun.

Banjir Konten dan Informasi Menciptakan Budaya Multitasking

Dalam dunia industri kreatif di era digital, orang yang bisa melakukan banyak hal sekaligus dalam satu waktu dianggap multitalenta dan patut mendapat penghargaan yang besar.

Inilah yang dinamakan multitasking. Semua pekerjaan kita lakukan dalam satu waktu sekaligus. Beberapa influencer ada yang melakukan multitasking semacam ini. Mereka memiliki blog, podcast, saluran YouTube, sekelompok akun media sosial dengan banyak pengikut - semuanya. Dari luar, hal semacam ini terlihat sangat mengesankan. Tak jarang, sebagian dari kita mungkin berpikir itulah yang harus dilakukan jika ingin menghasilkan uang secara online. 

Membanjirnya berbagai jenis konten dan informasi ini pada akhirnya membuat banyak orang ikut-ikutan multitasking. Bukan dalam arti melakukan beberapa pekerjaan sekaligus, melainkan menelan berbagai macam informasi dalam satu rangkaian tugas atau perhatian.

Padahal, menaruh perhatian diantara banyak pekerjaan sekaligus memiliki efek yang merugikan pada otak. Membagi perhatian membuat otak kita tidak bisa fokus. Lebih jauh, penelitian terbaru menunjukkan multitasking bisa merusak kemampuan memori otak kita.

Multitasking Dapat Merusak Fungsi Otak

Pada dasarnya, otak manusia tidak dirancang untuk bisa fokus pada beberapa hal sekaligus. Dalam hal ini, kita sebenarnya tidak dapat melakukan dua hal pada saat yang bersamaan --- terutama jika kedua hal tersebut membutuhkan kekuatan otak.

Misalnya, jika kita menulis artikel sambil menonton YouTube, yang sebenarnya dilakukan otak kita adalah beralih antar tugas dengan cepat. Sakelar otak kita menutup dan membuka bergantian, terus memperbarui diri dalam apa yang sedang kita lakukan dan apa yang perlu kita lakukan selanjutnya. Proses seperti ini tak hanya membuat kerja kita memakan waktu lebih lama, tetapi kualitasnya juga cenderung menurun.

Peneliti dari University of Oregon menyatakan, seorang yang multitasking memiliki kinerja buruk pada tes kemampuan switching/pergantian tugas. Ini kemungkinan disebabkan karena berkurangnya kemampuan untuk menyaring gangguan dari set tugas yang tidak relevan. 

Tak hanya menurunkan efektivitas kerja, multitasking juga memberi dampak buruk pada kesehatan otak. Individu yang terlibat dalam media-multitasking yang lebih berat ditemukan berkinerja lebih buruk pada tugas-tugas kontrol kognitif dan menunjukkan lebih banyak kesulitan sosio-emosional.

Penelitian menunjukkan bahwa media multitasking, atau mengonsumsi terlalu banyak informasi dalam satu kesempatan sekaligus telah mengurangi kepadatan di korteks cingulate anterior, yang sangat penting untuk kognitif, empati, dan regulasi emosional.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline