Sudah hampir sepuluh tahun sejak Ibrahim meninggalkan Hajar dan Ismail di Mekah dalam pemeliharaan Allah. Kini, Ibrahim bermaksud hendak menengok Hajar dan Ismail. Setelah perjalanan dua bulan, Ibrahim terkejut menemukan Mekah jauh berbeda dari bagaimana dia meninggalkannya. Tempat yang dulunya gurun pasir kini menjadi ramai. Pepohonan tumbuh subur di sekitar mata air Zam Zam.
Ibrahim mendengar bahwa Hajar telah meninggal, tetapi Ismail masih tinggal di sana. Ibrahim sangat ingin melihat putranya yang sangat ia cintai dan rindukan.
Bagi Ibrahim, Ismail bukan hanya seorang anak dari seorang ayah yang tidak memiliki anak. Ismail adalah akhir dari penantian, ganjaran satu abad penderitaan, buah dari hidupnya, harapan setelah putus asa dan anak muda dari seorang ayah yang sudah lanjut usia.
Namun, kegembiraan dan kebahagiaan Ibrahim tak berlangsung lama. Allah sekali lagi ingin menguji Ibrahim, kali ini dengan ujian yang sangat berat.
Melalui mimpi, Allah memerintahkan Ibrahim untuk mengorbankan putranya!
Tak ada kata-kata yang bisa melukiskan bagaimana perasaan Ibrahim ketika mendapat perintah untuk menyembelih putranya sendiri. Ismail adalah satu-satunya putra yang dia miliki setelah bertahun-tahun berdoa, menunggu selama hampir satu abad, dan baru saja bertemu setelah satu dekade berpisah.
Ibrahim, penghancur berhala yang seperti baja itu pasti merasa terkoyak! Di dalam dirinya terjadi perang pilihan terbesar.
Siapa yang harus dipilih Ibrahim?
Cinta pada Allah atau cinta pada diri sendiri?
Kenabian atau Kebapaan?