Kecemasan adalah bagian dari kehidupan yang tidak dapat kita hindari. Setiap orang di dunia ini memiliki kekhawatirannya masing-masing, besar atau kecil, kompleks atau sangat sederhana. Namun, ada batasan seberapa banyak kecemasan hidup yang bisa kita terima agar kecemasan ini tidak akan membuat kita putus asa.
Beberapa orang berusaha keras untuk menghindari kecemasan yang singgah dalam hidup mereka, Mereka berusaha lari dari dunia nyata dengan cara menciptakan ilusi dan fatamorgana yang mereka kehendaki sendiri. Padahal, dengan lari dari kenyataan, mereka hanya menambah kekhawatiran.
Dalam masa pandemi di mana keceriaan nyaris hilang, kita perlu mengatasi kecemasan yang timbul dengan cara yang rasional, metodis sekaligus tidak berpaling dari nilai-nilai agama:
Jangan Membuat Tuntutan Hidup yang Tidak Realistis
Seringkali kecemasan itu timbul karena kita memikirkan tuntutan yang berada di luar jangkauan kita. Banyak orang mengkhawatirkan masalah yang jauh di luar jangkauan mereka untuk ditangani. Mengkhawatirkan hal-hal seperti ini tidak menghasilkan apa-apa selain menyebabkan kecemasan. Jadi, hal pertama yang harus dilakukan untuk menghilangkan kecemasan hidup adalah dengan tidak membuat tuntutan yang tidak realistis pada diri kita sendiri dan masyarakat tempat kita hidup
Ada sebuah kisah dari dunia Arab kuno: Suatu ketika seorang musafir bertanya kepada penduduk gurun yang memiliki seorang gadis pelayan, "Tidakkah kamu bermimpi bahwa alih-alih memiliki gadis pelayan ini, kamu bisa menjadi Khalifah?"
Penduduk gurun itu menjawab: "Tuhan tidak!"
Musafir itu bertanya lagi, "Mengapa?"
Penduduk gurun itu berkata: "Saya takut gadis pelayan saya hilang dan bangsa ini juga akan hilang!"
Penduduk gurun itu tahu, kemungkinan dirinya menjadi khalifah bisa saja terjadi. Bukankah Tuhan Mahakuasa?
Tapi, penduduk gurun itu juga tahu keinginan itu tidak realistis dengan keadaan dirinya sendiri. Jadi, buat apa memikirkannya?