Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

Suara Hati Istri: Berani Menjadi Ibu Rumah Tangga Itu Hebat

Diperbarui: 8 Juni 2021   18:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi ibu rumah tangga berarti harus siap tidur paling malam dan bangun paling pagi (ilustrasi idea.24tv.ua diolah pribadi melalui Canva)

Catatan ini memang berawal dari kisah saya pribadi. Orangtua saya bukan termasuk orang yang kaya, tapi mereka cukup mampu untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih dari SMA. Tak terkecuali saya.

Menyisihkan sebagian gaji mereka untuk menyekolahkan saya hingga meraih gelar S1 tidaklah mudah, namun dengan harapan besar anaknya nanti akan mendapatkan penghidupan (pekerjaan) yang lebih baik, mereka rela berikhtiar semaksimal mungkin. 

Dan akhirnya di sinilah saya, berhasil meraih gelar sarjana S1 plus, dengan tambahan predikat "pengangguran". Tidak aneh karena memang saat ini gelar S1 sudah menyemut, sehingga yang berpredikat "plus" seperti saya tidaklah sedikit.

Saya dulu sempat bekerja di beberapa perusahaan (bukan perusahaan besar seperti selalu saya impikan), tapi karena beberapa alasan, akhirnya saya memutuskan resign. Dan alasan yang terakhir inilah yang mengharuskan saya untuk tinggal di rumah, yaitu anak.

Dengan gaji kami (saya dan suami) saat itu, tidaklah mungkin bisa menggaji seorang pembantu atau baby sitter. Saya sendiri sebisa mungkin berusaha untuk tidak merepotkan orang tua di usia yang sudah senja, sudah cukup kiranya beban pikiran mereka, tak perlu saya tambahi lagi. Dengan prinsip tersebut, saya pun mulai menekuni profesi ibu rumah tangga.

Awalnya saya merasa berat dan tidak ikhlas menjalani hidup sebagai ibu rumah tangga. Orangtua, terutama ibu, tampak sekali dari sikap dan perkataannya tidak puas dengan keadaan saya yang memilih berhenti bekerja dan merawat anak. 

Sering tanpa sadar Ibu mengungkit perjuangannya (yang menurut beliau tidak kecil) untuk menyekolahkan saya, agar saya bisa meniti karir yang sukses, tapi yang terjadi saat ini sangat jauh dari yang beliau impikan.

Belum lagi sentilan-sentilan ibu-ibu di sekolah anak saya yang kadang dengan nada bercanda menggoda "Wah kamu termasuk sukses ya, habis sarjana langsung menghasilkan 2 (anak)."

Dan masih banyak lagi sentilan yang bisa membuat muka dan kuping memerah. Tapi mau bagaimana lagi, inilah kenyataan yang saya hadapi saat itu.

Butuh waktu yang tidak sebentar untuk merenung dan terus mencoba untuk mencari kelebihan seorang ibu rumah tangga. Akhirnya sedikit demi sedikit saya menemukannya.

Sebenarnya yang membuat peran ibu rumah tangga tidak berarti dan sering diremehkan adalah kita sendiri. Tanpa sadar kita selalu berpikir dan bicara dalam hati "Apalah saya ini, wong cuma ibu rumah tangga, ya nggak ada kerjaan di rumah." 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline