Konflik Israel-Palestina adalah topik yang super peka. Banyak orang bisa tersinggung apabila menemukan narasi berita atau opini yang tidak sesuai dengan apa yang mereka yakini selama ini. Sayangnya, keyakinan mereka akan konflik Israel-Palestina tidak didasarkan pada pemahaman yang sebenarnya.
Di berbagai media sosial, orang-orang terus memposting informasi palsu dan mencampur narasi hoaks tentang apa yang sebenarnya terjadi di Israel-Palestina. Lambat laun, narasi semacam ini akhirnya menimbulkan rasa kebencian terhadap ras dan agama tertentu. Padahal yang sebenarnya terjadi di sana jauh daripada konflik antar etnis maupun konflik agama.
Karena media Barat, banyak orang yang mengacaukan konflik Israel-Palestina dengan konflik agama, padahal sebenarnya tidak. Konflik Israel-Palestina adalah tentang tanah, bukan agama. Konflik tersebut berakar pada persaingan nasionalisme dan klaim teritorial.
Perbedaan Zionis, Yahudi dan Bangsa Israel
Untuk memahami konflik Israel-Palestina, terlebih dahulu kita harus bisa membedakan pengertian Zionis, Yahudi dan bangsa atau negara Israel itu sendiri.
Zionis berbeda dengan Yahudi. Istilah "Zionisme" berasal dari kata Zion (Ibrani: Tzi-yon), yang mengacu pada Yerusalem, salah satu kota tertua di dunia yang ditemukan pada 3000 SM. Yerussalem dulunya adalah ibukota kerajaan Yudea, salah satu kerajaan Bani Israil, cikal bakal orang Yahudi modern.
Penggunaan pertama istilah ini dikaitkan dengan Nathan Birnbaum dari Austria, pendiri gerakan mahasiswa Yahudi nasionalis Kadimah. Ia menggunakan istilah tersebut pada tahun 1890 dalam jurnalnya Selbstemanzipation! (Self-Emancipation)
Zionisme didirikan dengan tujuan politik untuk menciptakan negara Yahudi dalam rangka menciptakan bangsa di mana orang Yahudi bisa menjadi mayoritas, bukan minoritas yang mereka berada di berbagai negara dalam diaspora. Seorang Zionis adalah orang yang percaya dan berjuang untuk Negara Yahudi yang merdeka.
Tidak semua orang Israel adalah Zionis. Di Israel, ada banyak agama dan etnis yang terikat dalam satu identitas kewarganegaraan. Warga Israel ada yang menganut Yudaisme (Yahudi), Kristen, bahkan Islam. Yahudi juga tidak identik dengan Zionisme.
"Banyak orang Palestina dan pendukung perjuangan Palestina tidak lagi membedakan antara kata 'Yahudi', 'Israel' dan 'Zionis'. Itu tidak benar. Kebanyakan orang Yahudi tidak tinggal di Israel. Tidak setiap penduduk Israel adalah Yahudi; ada juga banyak non-Yahudi yang tinggal di Israel. Dan tidak semua orang Yahudi Israel adalah 'pemukim' yang ingin menaklukkan lebih banyak lagi tanah Palestina. Sebagian besar orang Yahudi percaya bahwa Negara Israel harus terus ada. Tetapi banyak orang Yahudi, baik yang tinggal di Israel dan di tempat lain, mendukung negara Palestina bersama Israel sebagai solusi yang mungkin untuk konflik tersebut. " -- Anne Frank House
Sejak jaman Kerajaan Yudea, orang-orang Bani Israil sudah mendiami kawasan Yerussalem. Kota tua ini tercatat pernah dihancurkan setidaknya dua kali, dikepung 23 kali, ditangkap dan direbut kembali sekitar 44 kali, dan diserang 52 kali. Bangsa Yunani, Romawi, hingga Ksatria Templar pernah menaklukkan dan merebut Yerussalem. Hingga kemudian Kesultanan Ottoman menaklukkan wilayah ini.
Pada masa Kesultanan Ottoman, orang-orang Israel hidup bercampur dengan orang-orang Arab. Wilaya Palestina pada masa itu dikenal dengan multikulturalisme dan toleransinya. Menurut History Hit: