Omong Kosong Quarter Life Crisis
Kata orang, usia 25 tahun itu fase di mana kita mengalami Quarter Life Crisis (QLC), krisis kehidupan seperempat abad.
Konon saat mencapai usia 25 tahun kita dilanda banyak kebingungan: bingung mau apa, bingung mau kerja apa, bingung bagaimana jodoh kita nanti, bingung memikirkan besok bagaimana.
Pokoknya bingung dengan masa depan kita. Inilah fase di mana kita bingung dengan diri kita sendiri.
Menurut penafsiran generasi milenial, fenomena ini wajar dan melanda setiap umat manusia yang menginjak usia 25 tahun.
Kalau Quarter Life Crisis diartikan kebingungan dengan proyeksi masa depan, atau masa-masa di mana kita bingung dengan diri kita sendiri, sebenarnya tanpa perlu menunggu usia 25 tahun pun kita setiap hari sudah bingung. Benar kan?
Contohnya nih, aku dulu lulus kuliah di usia 22 tahun. Ketika itu aku pun sudah bingung dan hampir setiap hari overthinking: mau kerja apa setelah lulus kuliah? Bagaimana bila aku tidak juga mendapat pekerjaan? Apa kata orangtua jika mereka tahu aku masih menganggur?
Dan, salah satu kebingungan utamaku saat itu adalah: Bagaimana dengan jodohku nanti?
Nah kan. Bahkan sebelum usia 25 tahun pun aku sudah mengalami apa yang disebut generasi sekarang ini Quarter Life Crisis.
Makanya, aku jadi bingung sendiri dengan apa yang disebut Quarter Life Crisis ini. Memangnya siapa sih yang pertama kali mematok usia 25 tahun mesti mengalami kebingungan arah hidup? Kayaknya hanya opini sambil lalu saja.
Yang menelurkan tren ini juga kupikir mainnya kurang jauh. Iya, karena menurutku apa yang disebut Quarter Life Crisis itu sebenarnya omong kosong alias tidak ada. Setiap orang menghadapi krisis kehidupan masing-masing di usia yang berbeda, tidak harus pada usia 25.