Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

Kamu Pasti Merindukan Suasana Ramadan Masa Kecil Seperti Ini

Diperbarui: 19 April 2021   08:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari mercon bumbung hingga perang sarung, begitu indah nostalgia suasana Ramadan masa kecilku (sumber gambar: kapten.id)

Ngomongin nostalgia suasana Ramadan di masa kecil seakan tidak ada habisnya dan tak pernah membosankan. Di waktu kecil, masjid adalah rumah keduaku.

Hampir setiap malam, selama bulan Ramadan tempat tidurku adalah beranda masjid di kampung. Beralaskan tikar, berselimut sarung. Suasana masjid di kampung seolah tak pernah mati. Ramai dengan anak-anak kampung yang bermalam disana.

Tentu saja kami, anak-anak kampung ini tidak cuma sekedar numpang tidur saja. Tadarus Al-Quran adalah kegiatan wajib yang kami lakukan usai salat tarawih.

Duduk mengelilingi bangku yang ditata memutar, kami bergantian membaca ayat-ayat suci Al-Quran. Sebisa mungkin kami membacanya dengan baik dan benar. 

Seolah pada saat itu kami sedang berlomba membaca Al-Quran dengan tilawah terbaik yang kami bisa. Saat membacanya, ada rasa bangga suara kami didengar warga seantero kampung lewat pengeras suara masjid.

Tabuhan Bedug dan Musik Patrol Tanda Waktu Sahur

Jarum jam mendetak ke angka 12, pengeras suara masjid pun dimatikan. Giliran orang-orang tua yang meneruskan tadarus Al-Quran. Sementara kami bersiap diri untuk tidur sejenak, hingga waktu sahur pun tiba.

Dulu, di kampungku yang terletak di pinggiran kota Surabaya, waktu sahur ditandai dengan tabuhan beduk di Masjid Jami' kampung. Tapi tabuhannya tidak seperti saat menandai waktu sholat lima waktu.

Kami, anak-anak muda yang tidur di masjid, menabuh beduk dengan berirama. Biasanya ada dua orang yang menabuh: kakakku, yang pandai menabuh bedug dan Uwi, teman satu kampung yang keterampilan menabuhnya juga tidak kalah.

Aku dan anak-anak lainnya menimpali tabuhan beduk itu dengan menabuh kentongan kayu. Sedangkan yang tidak kebagian alat tabuh bertugas membangunkan warga lewat pengeras suara: Sahur, sahur, sahur.....

Lebih kurang setengah jam kami menabuh bedug dan kentongan sebagai tanda waktu masuk sahur. Setelah itu, kami beranjak dari masjid untuk keliling kampung. Masing-masing anak membawa kentongan dari bambu. Beberapa anak yang lain membawa galon air atau bekas wadah cat dinding.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline