Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

Sejarah Catur, dari Tragedi Perang hingga Miniseri "The Queen's Gambit"

Diperbarui: 25 Maret 2021   08:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Catur menjadi bukti kecerdikan, kreativitas, dan kejeniusan manusia dari jaman ke jaman (ilustrasi: unsplash.com/Carol Jeng)

Permainan Catur Berawal dari Tragedi Perang

Sejarah catur dipenuhi banyak drama kehidupan, tragedi dan inovasi. Permainan strategi perang ini berawal ketika seorang pangeran muda dari kekaisaran Gupta tewas dalam sebuah pertempuran di medan perang pada abad ke-6.

Saudara pangeran tersebut melaporkan tragedi itu ke ibunya yang tengah berduka. Sebagai pelengkap cerita sekaligus ilustrasi jalannya peperangan, saudara pangeran itu kemudian menempatkan beberapa potongan kayu dengan berbagai bentuk di sebuah papan astapada 8x8.

Di kalangan bangsawan dan anggota kerajaan, papan astapada sudah lama digunakan untuk permainan. Namun penggunaan potongan kayu atau bidak untuk mewakili kekuatan yang bertikai menghasilkan permainan baru, yang kemudian disebut chaturanga, dari bahasa Sansekerta yang artinya "Empat Divisi".

Aturan chaturanga tidak jauh berbeda dengan permainan catur masa kini. Setiap jenis bidak tertentu memiliki pergerakan yang berbeda, dan tujuan permainan adalah untuk mematikan raja lawan.

Permainan ini kemudian menjadi populer dan menyebar hingga ke wilayah kekaisaran Persia. Dari sinilah asal mula kata "chess" dan "checkmate" berasal. Chess berasal dari bahasa Persia "Shah" yang artinya raja, sedangkan checkmate berakar dari kata "Shah Mat" yang artinya "raja yang tidak berdaya". Bahasa Indonesia lebih memilih akar kata sansekerta, yakni chaturanga yang kemudian menjadi catur, sedangkan istilah skakmat diturunkan dari kata checkmate

Penyebaran Catur Dari Arab Hingga Eropa

Penaklukan Islam atas Persia pada abad ke-7 membawa permainan ini ke dunia Arab. Segera saja catur menjadi permainan populer di kalangan bangsawan Arab. Mereka menggunakan permainan ini untuk membahas kekuatan politik hingga merencanakan strategi penaklukan. Namun, catur kemudian dilarang oleh Khalifah karena bidak catur saat itu dianggap merepresentasikan berhala dan permainannya sendiri mendorong adanya perjudian.

Para pedagang dan diplomat Arab kemudian membawa permainan ini ke berbagai tempat di seluruh dunia melalui Jalur Sutra. Penyebaran permainan ini memungkinkan adanya berbagai variasi catur, terutama di wilayah Asia Timur. Seperti variasi Jepang yang disebut Shogi memungkinkan pemain untuk menggunakan kembali bidak yang ditangkap secara bergantian.

Aturan permainan catur yang sedikit modern seperti sekarang mulai digunakan di wilayah Eropa sejak 1000 Masehi. Karena banyak bangsawan yang gemar bermain catur, permainan ini akhirnya menjadi mata pelajaran wajib dalam pendidikan di istana.

Semakin lama, catur menjadi semakin populer dan banyak dimainkan warga dari berbagai lapisan. Tidak hanya bangsawan dan kalangan istana saja, rakyat jelata juga sudah mulai mengenal permainan strategi perang ini.

Catur Jadi Permainan Terlarang

Keadaan ini membuat kalangan moralis Gereja menjadi gelisah. Mereka berpendapat bahwa terlalu banyak waktu yang dihabiskan untuk bermain catur sehingga mengurangi waktu untuk Tuhan. Kardinal Damiani dari Ostin melarang permainan catur dan mengeluh pada Paus perihal banyaknya umat yang memilih bermain catur daripada beribadah.  Pada 1125, John Zonares dari gereja Ortodoks Timur menyatakan catur sebagai semacam pesta pora dan melarangnya. Pada tahun 1195, Rabbi Maimonides menyebutnya sebagai dosa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline