Mentang-mentang artikelnya ditulis blogger, lantas jadi pembenaran untuk mengambil dan menayangkan ulang tanpa perlu konfirmasi kepada penulis. Itulah inti dari uneg-uneg daeng Khrisna Pabhicara dalam artikelnya Artikel Blogger Dicuri Jurnalis Garong.
Wajar jika dalam tulisannya itu daeng Khrisna marah besar. Bukan karena artikel itu milik kompasianer Sigit Eka Pribadi, teman kami di komunitas KPB. Melainkan karena pencurian artikel ini dilakukan oleh jurnalis, yang konon lebih profesional dibandingkan blogger yang sering dipandang sebelah mata.
Saya bilang konon karena pada kenyataannya hingga detik ini, banyak jurnalis yang belum mampu menunjukkan profesionalitasnya sebagai pengabar warta. Baik dari sisi kinerja, bahkan etika.
Masalah pencurian artikel oleh jurnalis yang kemudian menayangkan ulang di media tempat mereka bekerja bukan hal yang baru. Saya pun pernah mengalaminya beberapa kali ketika baru pertama menulis di Kompasiana.
Ketika itu, seorang teman di grup diskusi suporter sepakbola memberi tahu saya kalau artikel saya di Kompasiana ditayangkan ulang di situs olahraga yang cukup punya nama.
Setelah saya baca ternyata benar. Artikel yang ditayangkan media tersebut sudah pernah saya tayangkan di Kompasiana beberapa hari sebelumnya. Tak ada kata dan paragraf yang dikurangi. Tak ada tambahan opini. Terbaca dengan jelas artikel itu murni dicuri dari Kompasiana. Di artikel hanya ada nama penulis, tanpa tautan ke sumber aslinya.
Saya kemudian mengirim email ke redaksi, dan bertanya mengapa artikel saya ditayangkan ulang tanpa sepengetahuan dan seijin saya. Jawaban yang saya terima singkat: redaksi tidak tahu bagaimana cara menghubungi saya.
Saya lalu membalas pedas, bukannya di bagian bawah artikel ada kolom komentar? Mengapa tidak meminta izin lewat fitur komentar itu?
Sayangnya, tidak ada email balasan lagi dari redaksi media yang bersangkutan.
"Itu cara 'kreatif' untuk mencuri artikel, Mas," kata daeng Khrisna mengomentari pengalaman saya.