Keputusan Presiden Jokowi mencabut Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken pada 2 Februari 2021 lalu ditanggapi positif oleh banyak pihak. Ada yang mengapresiasi Presiden Jokowi sampai menjadi glorifikasi yang berlebihan, ada pula yang menanggapi dengan sindiran tajam.
Ya, ragam tanggapan itu memang tergantung dari keberpihakan kita kepada pemerintah selama ini. Bagi yang pendukung pemerintah khususnya yang memuja Presiden Jokowi, dicabutnya Perpres itu menjadi bukti bahwa Jokowi mendengarkan saran dan pendapat masyarakat.
Sementara bagi yang bersikap oposisi, langkah tersebut justru menunjukkan kecerobohan dan keteledoran Presiden Jokowi. Presiden Jokowi dianggap terburu-buru mengeluarkan Perpres yang ditekennya sendiri, tanpa memikirkan dampak kegaduhannya. Baru setelah gaduh dan menjadi kontroversi di masyarakat, Presiden Jokowi mencabutnya.
Sejak dulu memang begitu. Polarisasi akibat perbedaan pandangan politik memang kerap menghasilkan glorifikasi dan demonisasi. Satu sisi memuja, satu sisi menghujat.
Namun, dalam kasus dicabutnya Perpres Nomor 10 Tahun 2021 yang menjadi lampiran dari Undang-undang Cipta Kerja (Omnibus Law), pihak yang menghujatlah yang kali ini memiliki andil sangat besar. Mereka sudah menjadi singa yang mengaum, yang menyuarakan ketidaksetujuan, kegeraman dan mungkin pula kemarahan terkait terbitnya Perpres tersebut.
Bukan Presiden Jokowi. Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Presiden hanya meneken draf peraturan yang diajukan para pembantunya. Begitu mendengar auman kemarahan dari para singa di internet, barulah Presiden Jokowi sadar, apa yang sudah ditandatanganinya itu tidak mendapat tempat di hati sebagian besar rakyatnya.
Apakah auman kita selalu didengar pemerintah?
Belum tentu juga. Lolosnya RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang penuh menjadi bukti auman singa kadang tidak dihiraukan oleh pihak lainnya.
Apalagi jika kita tidak mengaum. Bisa-bisa pemerintah akan semena-mena menerbitkan peraturan yang tidak memihak rakyat. Jika tidak ada yang mengaum dan menggeram menyuarakan penolakan , saya yakin seyakin-yakinnya Presiden Jokowi tidak akan mencabut Perpres yang ditandatanginya itu.
Andai pun auman kita tidak didengar, andai pun auman kita tidak mampu membuat hati pemangku kebijakan bergetar, tetaplah berbangga hati. Setidaknya lebih baik menjadi singa yang mengaum menyuarakan kebenaran, daripada menjadi kerbau yang dcucuk hidungnya.