Salah satu ciri paling penting dari dongeng, fabel atau cerita rakyat adalah nilai moral di akhir cerita. Nilai moral cerita rakyat bisa disampaikan secara spesifik atau samar, tersembunyi dalam inti cerita itu sendiri.
Dalam beberapa cerita rakyat, nilai moral ini biasanya ditulis secara singkat dalam bentuk ringkasan cerita yang padat. Selain itu, pesan moral dari cerita rakyat itu juga ditulis dalam bentuk yang menarik dan mudah diingat sebagai ayat atau peribahasa, dan dengan demikian dapat menekankan kekuatan cerita.
Kali ini, aku ingin menceritakan ulang sebuah cerita rakyat Korea, yang bisa menginspirasi para istri dan ceritanya sendiri menyentuh hati. Cerita ini kudengar saat mengikui sebuah sesi pelatihan motivasi. Berikut ceritanya:
***
Dahulu kala, ada seorang gadis muda bernama Soh-ji yang baru menikah dengan pemuda tampan bernama Gwa-po. Di awal pernikahan mereka, pasangan ini begitu bahagia. Gwa-po adalah pria yang baik, penyayang dan selalu bersikap lembut kepada istrinya, Soh-ji.
Namun, semua sifat baik Gwa-po ini hilang usai dirinya ikut pergi berperang. Sepulangnya dari peperangan, Gwa-po berubah menjadi pria yang kasar, sering marah dan mudah merasa kesal dengan segala hal yang dilakukan Soh-ji.
Mendapati sikap suaminya yang berubah 180 derajat, Soh-ji sangat sedih. Jika di awal pernikahannya Soh-ji bahagia dan senang tinggal dengan suaminya, sekarang Soh-ji menjadi ketakutan. Soh-ji mencintai suaminya yang lama, bukan suaminya yang baru yang membuatnya taku setiap hari.
Soh-ji akhirnya memutuskan untuk mendatangi seorang pertapa yang sering dikunjungi penduduk desanya untuk meminta pengobatan. Pertapa ini tinggal di sebuah kuil di di sisi gunung yang lain, jauh dari desanya.
Ketika menjumpai pertapa itu di kuilnya, Soh-ji pun menceritakan masalahnya.
"Anakku, hal seperti ini biasa terjadi pada setiap lelaki saat dia kembali dari perang. Terus terang ini bukan masalah yang biasanya kuatasi. Mengapa kamu datang kepadaku?" tanya pertapa itu.