Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

Kisah Laskar FPI Mengevakuasi Jenazah Pejabat Polri saat Tsunami Aceh

Diperbarui: 15 Desember 2020   21:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu di antara kelompok relawan yang paling awal terjun di lokasi bencana tsunami Aceh adalah Front Pembela Islam (foto: Hilmi FPI/Republika)

Bencana gempa dan tsunami yang melanda Aceh pada Ahad, 26 Desember 2004 lalu dicatat sejarah sebagai salah satu bencana alam terdahsyat di era modern. Sulit rasanya memilih kata-kata yang dapat menggambarkan betapa mengerikan dan dahsyatnya gempa dan tsunami yang terjadi saat itu.

Syukurlah, teknologi digital memungkinkan kita semua untuk mengetahui kehancuran yang dialami masyarakat bumi Rencong, Aceh. Berkat foto-foto dan video yang sempat diabadikan oleh beberapa penyintas bencana, seluruh dunia akhirnya tahu dan dibuat terpana. Bantuan pun langsung mengalir, tak hanya dalam bentuk materi, namun juga relawan yang mengevakuasi korban.

Tidak banyak foto dan video yang dapat menggambarkan secara utuh detik-detik datangnya bencana tsunami Aceh. Mungkin ada beberapa penyintas yang sempat mengabadikan bencana itu, namun gawai dan dokumentasi mereka hilang terhempas air bah asin, berlumpur dan bersuhu panas.

Detik-detik Datangnya Bencana Tsunami Aceh

Salah satu video yang kemudian menginspirasi datangnya bantuan dari berbagai Lembaga Swadya Masyarakat (LSM), NGO, PBB dan ratusan negara adalah hasil rekam dari Cut Putri, mahasiswa kedokteran Universitas Padjajaran Bandung saat itu. 

Putri Aceh kelahiran Papua ini menjadi salah satu saksi hidup yang selamat, sekaligus mengabadikan peristiwa yang banyak menimbulkan korban jiwa dan menghancurkan sepanjang pantai barat Aceh. Bahkan lidah gelombang tsunami saat itu masih mampu menimbulkan kerusakan di beberapa negera.

Ketika itu, Icut, panggilan akrab Cut Putri datang ke Aceh hendak menghadiri serangkaian acara pernikahan dan pesta kakak sepupunya di kawasan Lamteumen Banda Aceh. Sejak 16 Desember 2004 ia menginap di rumah pak ciknya, Kombes Sayed Husaini (saat itu Kabid Humas Polda Aceh).

Ahad pagi 26 Desember 2004, handycam Icut dalam posisi menyala. Rencananya, Icut hendak mendokumentasikan acara Tung dara baro (seperti acara ngunduh mantu dalam adat Jawa).

Saat keluarga besar Kombes Sayid Husaini sedang sarapan, mendadak bumi berguncang perlahan. Naluri Icut langsung menyala dan memerintahkannya untuk merekam suasana gempa yang semakin lama semakin kuat guncangannya ((yang kemudian diketahui gempa berkekuatan 8,9 SR). Icut kemudian bergegas mengambil kameranya di lantai dua rumah bercat hijau itu. Terlihat pada layar kamera, pukul 08.15 Wib.

Tiba-tiba terdengar suara bergemuruh, menderu mirip suara pesawat terbang. Ayah Icut yang berada di dekatnya lalu berbisik bahwa akan terjadi tsunami.

"Kebetulan waktu kecil kami tinggal di Papua, dan sering terjadi gempa, jadi sudah biasa gempa dan air laut surut. Sehingga mengerti hal-hal semacam itu. Tapi kami tidak bilang apa-apa kepada ibu-ibu yang lain," tutur Icut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline