Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

4 Jenis Motivasi Beribadah kepada Tuhan

Diperbarui: 11 Desember 2020   21:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keikhlasan beribadah semata-mata karena Allah saja ternyata sulit kita lakukan (ilustrasi: islamic-center.or.id)

Hakikatnya, ibadah seorang hamba hanya ditujukan kepada Tuhannya belaka. Sebagai bentuk cinta kepada-Nya, sebagai bentuk rasa syukur atas segala nikmat-Nya. Dalam Islam, kita mengingatkan diri sendiri paling tidak 17 kali dalam sehari, bahwa "Hanya kepada-Mu aku mengabdi (beribadah)".

Tapi, keikhlasan beribadah semata-mata karena Allah saja ternyata sulit kita lakukan. Dalam hal salat misalnya. Jangan kira saya seorang yang salatnya sudah sempurna. Masih jauh.

Saya masih sering meremehkan ibadah salat. Pelaksanaannya sih cukup rajin, paling tidak 5 waktu terpenuhi. Tapi, niat beribadahnya itu yang sering melenceng dari hakikat ibadah yang semestinya.

Kadang, saya anggap salat itu hanya untuk membayar hutang karena salat adalah wajib. Haram hukumnya bila ditinggalkan. Dan konsekuensinya akan masuk neraka. Tuhan saya bayangkan seperti tukang kredit yang minta hutang. Atau seperti hakim yang ditangan-Nya sudah siap siaga sebuah palu untuk diketukkan.

Kadang pula saya menganggap salat sebagai upaya melarikan diri dari ketidakberdayaan hidup. Sebagai katarsis. Sebagai pengalihan secara psikologis. Misalnya karena pas lagi stress, bingung, kalut, ketakutan dan sejenisnya.

Kalau stressnya hilang, gairah untuk salat pun hilang. Dan motivasi salat akan kembali ke motivasi pertama, sebagai pembayar hutang.

Pernah pula sekali waktu salat saya anggap sebagai cara untuk mengharap atau menghindari penilaian sosial. Agar dianggap orang soleh, atau untuk menghindari omongan tetangga, "Eh, pak Himam gak pernah terlihat masuk masjid ya?"

Waktu berkumpul dengan orang-orang baik nan soleh, ketika mereka salat otomatis hati pun ikut memerintahkan salat. Sekaligus hati itu mengharap penilaian sosial agar saya dapat terlihat sebagai bagian dari kumpulan orang-orang baik tersebut.

Dan sering pula salat saya jadikan sebagai senjata untuk mengharapkan impian yang tidak pernah tercapai dalam kehidupan nyata. Persis seperti anak kecil yang merengek pada orang tuanya. Hanya mau menurut perintah jika si anak tersebut diberi/dituruti keinginannya.

Sampai saat ini, hati saya masih belum bisa menganggap salat itu sebagai sebuah kebutuhan. Sebagai sebuah ungkapan cinta kepada Sang Khaliq. Seperti yang ditunjukkan oleh sufi wanita Rabi'ah Al Adawiyah. Yang mana dalam salah satu ungkapannya yang terkenal adalah:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline