Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

Campur Tangan Jenderal Nasution di Balik Jatuhnya Kekuasaan Soekarno (Bagian 2)

Diperbarui: 30 September 2020   21:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diorama penjemputan paksa Jenderal A.H. Nasution di rumahnya (Museum Sasmitaloka/beritajakarta.id) 

"Terus bagaimana caranya Nasution memukul balik PKI? Padahal kalau kamu baca atau lihat di film G30S/PKI yang sering diputar itu, justru Soeharto yang punya peran besar," tanya Burhan.

"Ya, memang Soeharto yang punya peran besar dalam menggagalkan pemberontakan PKI. Tapi, otak di balik operasi pemberantasan PKI adalah Nasution.

Ketika Nasution lolos dari sergapan Pasukan Pasopati pimpinan Letnan Doel Arief yang menjadi operator G30S, Nasution mulai meraba-raba siapa korps pasukan dan perwira tinggi militer yang masih setia sekaligus dapat ia percaya. Berdasarkan pengalaman di masa perang kemerdekaan dan naluri militernya, Nasution akhirnya memilih Mayjen Soeharto sebagai tempat perlindungannya.

Selama "perang dinginnya" dengan Soekarno dan PKI, Nasution melihat Soeharto tak pernah sekalipun menunjukkan dukungan kepada PKI. Nasution juga melihat Soeharto tidak memperlihatkan sikap yang terang-terangan anti PKI, sebagaimana dirinya. Intinya, Nasution melihat Soeharto sebagai sosok yang netral. Dengan pertimbangan tersebut, Nasution memutuskan untuk menghubungi Soeharto dari tempat persembunyiannya di Departemen Pertahanan dan Keamanan, dengan segala resiko yang siap untuk dihadapinya.

Meski menjabat Panglima Kostrad, Soeharto tidak memiliki pasukan yang besar seperti sekarang. Soeharto juga tidak berwenang menggerakkan pasukan dari kesatuan lain. Nasution lah yang kemudian memerintahkan Soeharto untuk mulai mengambil langkah taktis pengamanan ibukota Jakarta, setelah ia mendengar 6 jenderal TNI tewas atau diculik PKI.

Langkah pertama Soeharto adalah menghubungi komandan RPKAD (kini Kopassus), Kolonel Sarwo Edhie Wibowo dan meminta kesetiaannya dan pasukannya. Sarwo Edhi menyanggupi dan memberi jaminan pada Soeharto bahwa ia dan pasukannya akan setia. Setelah mengirim pesan ke Soeharto, Kolonel Sarwo Edhie didatangi Brigjend Sabur yang memintanya bergabung dengan Gerakan 30 September. Namun dengan nada datar Sarwo Edhie menjawab dirinya lebih memilih berpihak kepada Nasution dan Soeharto.

Setelah mendapat tambahan pasukan dan kelengkapannya, barulah Soeharto meminta Jenderal Nasution untuk datang ke Markas Kostrad. Di hari yang sama pada 1 Oktober 1965, PKI yang berhasil merebut gedung RRI mengumumkan terbentuknya Dewan Revolusi."

"Sebentar, sebagai target utama mengapa PKI tidak terus memburu Jenderal Nasution?" tanya Karto.

"Karena PKI terlalu percaya diri. Sjam Kamaruzaman dan Letkol Untung, dua penggerak operasi G30S tidak memiliki rencana cadangan seandainya rencana utama mereka gagal. Mereka percaya pasukan Pasopati dari Resimen Tjakrabirawa yang dibantu pasukan dari Yon 530 Brawijaya dan Yon 454 Diponegoro mampu menculik (menghabisi) Jenderal Nasution. Ketika tahu Nasution lolos, PKI yang sudah berhasil merebut gedung RRI, Kantor Telekomunikasi dan Istana Negara sudah merasa cukup puas dan menganggap Nasution tidak lagi memiliki kekuatan untuk melancarkan serangan balik," jawab Alim.

"Ceritamu kok kayak film-film Hollywood, Lim," seringai Burhan. Sementara Karto hanya terdiam menunggu kelanjutan ceritanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline