Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

"Pseudo Literasi" dan Pudarnya Idealisme Kompasiana

Diperbarui: 13 September 2020   09:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai social blogging atau platform blog bersama, Kompasiana adalah entitas bisnis (ilustrasi: unsplash.com/Brett Jordan)

Ada 2 komentar menarik yang dilontarkan 2 Kompasianer yang membuat saya tergerak menulis tema yang agak berat ini. Pertama, Kompasianer Marahalim Siagian mengomentari artikel sistem poin dan pangkat yang saya tulis. Agar tak perlu repot mengklik tautannya, saya kutip sebagian dari komentarnya yang panjang lebar yang relevan dengan topik yang akan saya bahas,

"Saya mengetahui bebeberapa Kompasiner yang suka melakukan trik ini. Komentar template, me-rating semua konten sebanyak-banyaknya selama berjalam-jam. Normalnya, kita butuh 3-4 menit untuk membaca artikel, bagaimana orang bisa me-rating 10 artikel dalam waktu 2 menit?

Perhatikan rating yang diberikan, artikel sejarah di-rating AKTUAL. Kalau konten puisi cara aman yang saya lihat dilakukan adalah me-rating-nya dengan INSPIRATIF. Namun, anda bisa kena batu jika tak baca kontennya. Masak puisi berduka di-rating Inspiratif? Hehehe itu bisa menyakiti hati penulisnya.

Kalau kembali ke "idealisme" Beyond Blogging ini, meliterasi publik, orang-orang yang suka mencari nilai tertinggi justru merusaknya, isi kepalanya tidak bertambah besar, jempolnya yang membesar. Pseudo-literasi."

Lalu, komentar kedua datang dari Kompasianer Khrisna Pabichara. Bukan di artikel yang sama, melainkan di percakapan di grup WhatsApp Kompasianer Berbalas. Di sana, tiba-tiba mas Khrisna Pabichara melempar isu: Mengapa topik pilihan di Kompasiana sekarang cenderung jadi wadah buat tukar gosip? Kemarin topik perceraian, sekarang perselingkuhan.

"Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa kok begini-begini amat, ya?" kata mas Khrisna.

Dua komentar dari dua kompasianer ini kalau saya amati punya satu benang merah, yakni: Pseudo Literasi dan idealisme Kompasiana.

Memahami Pseudo Literasi

Kompasianer Marahalim Siagian menyoroti terjadinya pseudo-literasi di Kompasiana karena banyak Kompasianer suka mencari nilai tertinggi, atau berlomba-lomba menjadikan artikelnya terpopuler. Ini tak lepas dari adanya K-Rewards yang diberikan Kompasiana setiap bulan yang sistem perhitungannya berdasarkan jumlah pembaca.

Menurut bang Marahalim Siagian, kondisi ini kontradiktif dengan idealisme jargon Beyond Blogging yang diusung Kompasiana. Idealnya, jargon ini hendaknya diterjemahkan menjadi upaya untuk meliterasi publik dengan baik dan benar.

Sementara mas Khrisna Pabhicara mengungkapkan kegundahan yang sama, tapi lewat jalan yang berbeda. Mas Khrisna menyoroti topik-topik pilihan yang dilemparkan Kompasiana belakangan ini melenceng dari "upaya mencerdaskan bangsa".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline