Sekeluarga gempar. Mendadak perut Tina terlihat membuncit.
"Kok bisa?" tanya istriku.
"Ya mana kutahu. Salahnya sendiri sering pulang malam."
"Jangan menyalahkan begitu saja dong Mas. Cari tahu, siapa yang menghamili Tina. Siapa calon bakal bayinya itu."
"Bagaimana? Tina sendiri tidak mau bicara sama kita. Tiap hari mengurung diri, keluar cuma buat makan."
"Pokoknya Mas harus cari tahu. Aku gak mau anak Tina nanti tidak jelas siapa ayahnya. Apa kata tetangga nanti Mas?"
Pusing. Aku terus memutar otak mencari jawaban pertanyaan istriku. Tapi semakin kupikir, semakin buntu pula jalan keluarnya.
Kian hari perut Tina semakin membesar. Sudah tidak mungkin lagi menyembunyikannya dari penglihatan tetangga kiri kanan. Bisik-bisik mulai terdengar. Bahkan tukang sayur langganan juga ikut membicarakan.
"Itu perut Tina kok semakin besar, apa mungkin dia hamil?" tanya tukang sayur saat melihat Tina keluar rumah.
"Bukan tidak mungkin lagi. Sudah jelas si Tina hamil," timpal mbak Erna, tetangga sebelah rumah.