Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

Pembelajaran Jarak Jauh, Karma Bagi Orangtua Siswa?

Diperbarui: 2 Agustus 2020   22:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembelajaran jarak jauh di masa pandemi Covid-19 layaknya karma bagi orangtua siswa (dokpri)

Pemerintah Kota Surabaya berencana memulai kembali pembelajaran tatap muka bagi siswa jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Langkah awal akan dimulai di 21 SMP baik swasta maupun negeri sebagai pilot project.

Febriadhitya Prajatara Kabag Humas Pemkot Surabaya mengatakan, pembahasan di internal Pemkot masih terus dilakukan. Jumlah 21 sekolah itu diambil sebagai perwakilan sekolah di lima wilayah Surabaya.Puluhan sekolah itu bakal melakukan simulasi terkait protokol kesehatan terlebih dahulu sebelum nanti diputuskan untuk belajar tatap muka.

Alasan Pemkot Surabaya segera membuka lagi SMP karena aduan masyarakat terkait banyaknya anak atau remaja yang masih duduk di bangku SMP bersepeda sampai larut malam.Bahkan masyarakat juga melaporkan adanya balap sepeda kayuh yang dibumbuhi dengan taruhan.

Pengaduan masyarakat mengenai adanya pelajar yang keluyuran, bahkan sampai bertaruh di ajang balap sepeda kayuh menjadi preseden buruk bahwa orangtua kini mulai kehilangan kendali atas pengawasan dan pendidikan anak-anak mereka. Model pembelajaran jarak jauh (PJJ) menjadikan anak-anak di rumah cepat bosan, mudah stress dan, ditambah lemahnya pengawasan orangtua, perilaku dan budi pekerti siswa pun mulai terdegradasi.

Belum bisa dipastikan, sampai kapan anak-anak harus belajar dari rumah. Sekalipun di beberapa daerah seperti Surabaya sudah ada yang mulai merencanakan dibukanya kembali pintu-pintu sekolah, namun hingga detik ini sebagian besar siswa harus puas dengan pembelajaran jarak jauh.

PJJ, Karma Bagi Orangtua Siswa?

Di tengah keluh kesah guru, siswa maupun orangtua, di antara riuhnya dunia maya terlontar sedikit celotehan bahwa pembelajaran jarak jauh di masa pandemi Covid-19 layaknya karma bagi orangtua siswa. Virus corona seolah menjadi pengingat bagi orangtua bahwa mengajar dan mendidik anak itu tidak semudah mengucapkan kata-kata motivasi.

Di masa normal, orangtua bisa merasa tenang karena pendidikan anaknya bisa diserahkan pada guru-guru di sekolah. Kita bisa mengingat kembali saat anak-anak belajar hampir setengah hari di sekolah, atau yang biasa kita sebut Full Day School (FDS). Di awal munculnya wacana FDS, banyak orangtua yang mengkhawatirkan berkurangnya waktu sosialisasi anak-anak dengan lingkungan sekitar dan keluarga sendiri.

Bagi siswa yang sekolahnya menerapkan FDS, mereka maksimal jam 06 sudah harus berangkat karena jam masuk sekolah pukul 06.20. Pulang sekolah jam 17.00 di hari Senin, Rabu dan Kamis. Sedang di hari Selasa pulang jam 16.00 dan hari Jumat pulang jam 14.00. Dengan jam belajar yang begitu panjang, wajar bila sebagian orangtua merasa khawatir anak-anak kelelahan akibat padatnya jam pembelajaran di sekolah, sekaligus mengurangi waktu sosialisasi mereka dengan lingkungan dan keluarga.

Namun seiring waktu pelaksanaan FDS, orangtua yang tadinya khawatir akhirnya bisa bernafas lega. Dengan FDS, mereka bisa lebih fokus bekerja karena beban pengawasan serta pendidikan anak bisa diserahkan sepenuhnya ke sekolah.

Sayangnya, jerih payah dan bakti guru itu kerap diremehkan dan disepelekan. Kita sering mendengar kasus-kasus guru yang dilaporkan bahkan sampai berujung ke hukuman penjara hanya karena mereka ingin mendisiplinkan siswanya. Sering pula kita mendengar banyak orangtua siswa yang tidak terima bila anaknya sampai dijewer, dicubit atau dihukum berdiri di depan kelas kemudian sampai hati memaki-maki guru.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline