Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

Fenomena Buzzer, Antara Jumlah Follower dan Kemampuan Mengolah Pesan

Diperbarui: 5 Oktober 2019   10:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi buzzer | Sumber: unsplash.com via freestock

Selain melahirkan influencer, media sosial juga menciptakan Buzzer. Sama seperti influencer, buzzer adalah predikat untuk pengguna media sosial tertentu. 

Pengertian Buzzer

Istilah buzzer berasal dari kata dasar "buzz" yang artinya percakapan atau pembicaraan. Kata "buzz" juga bisa diartikan sebagai dengungan, seperti seekor lebah yang mendengung. Itulah sebabnya buzzer kerap diartikan dalam bahasa Indonesia menjadi "pendengung".

Jadi, buzzer adalah orang yang diharapkan dapat membuat sebuah topik tertentu menjadi bahan pembicaraan banyak orang. Buzzer diharapkan bisa mendengungkan tema-tema yang diinginkan agar dapat menarik perhatian pengguna media sosial. 

Singkatnya, tugas buzzer adalah membuat sebuah kata kunci tertentu menjadi trending topic di dunia maya dan dibicarakan orang di dunia nyata.

Karena dilahirkan media sosial, buzzer, sebagaimana Influencer, dianggap sebagai salah satu alat social media marketing yang efektif. Bedanya, jika influencer identik dengan platform media sosial Instagram atau YouTube, maka buzzer identik dengan Twitter.

Cara Kerja Buzzer

Banyak yang menganggap kekuatan Buzzer terletak pada jumlah follower-nya, seperti yang diukur pada influencer. Tetapi, sebenarnya tidak berhenti sampai di situ. 

Seorang buzzer harus memiliki kemampuan membangun buzz (percakapan). Sedangkan jumlah follower yang banyak adalah nilai tambah buat si buzzer tersebut.

Sayangnya, banyak perusahaan atau brand dan agensi yang saat menggunakan jasa buzzer masih terjebak pada ukuran jumlah follower. Aturan tidak tertulis dalam menggunakan jasa buzzer pada saat ini memang masih dihitung dari tweet berisikan pesan yang diinginkan. 

Dengan kata lain, seorang buzzer kerap dibayar dari jumlah tweet yang diminta oleh perusahaan/brand/agensi yang menggunakan jasa mereka.

Ukuran success rate-nya dilihat dari jumlah tweet yang di-retweet. Dengan mendasarkan pada jumlah followernya, klien bisa mengukur seberapa jauh pesan yang mereka inginkan bisa menjangkau audiens dengan melihat hitungan jumlah retweet tersebut. 

Artinya, makin banyak yang me-retweet, makin luas pula jangkauannya/nilai reachment-nya.

Salah paham mengartikan kinerja Buzzer

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline