Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

Inspirasi Ramadan untuk 11 Bulan ke Depan

Diperbarui: 7 Juni 2019   01:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (edit gambar oleh Himam Miladi)

Ramadan sudah berlalu. Menurut riwayat, Rasulullah SAW dan para sahabatnya menangis tatkala bulan yang penuh dengan keberkahan ini pergi meninggalkan mereka. Di luar kesedihan Rasulullah dan para sahabatnya tersebut, timbul sebuah petuah yang sering dianggap sebagai hadis, padahal itu hadis palsu: " Seandainya umatku mengetahui pahala ibadah bulan Ramadan, niscaya mereka menginginkan agar satu tahun penuh menjadi Ramadan semua".[1] 

Ramadan memang bulan yang sangat istimewa. Karena di bulan Ramadan, banyak sekali pintu ampunan yang dibuka oleh Allah SWT. 

Barangsiapa yang berpuasa Ramadan karena iman kepada Allah dan mengharap pahala-Nya, maka dosa-dosanya (yang kecil) di masa lalu akan diampuni. Barangsiapa yang "qiyamul lail" (shalat tarawih) karena iman kepada Allah dan mengharap pahala-Nya, maka dosa-dosanya (yang kecil) di masa lalu akan diampuni. Barangsiapa yang menghidupkan malam lailatul qadr karena iman kepada Allah dan mengharap pahala-Nya, maka dosa-dosanya (yang kecil) di masa lalu akan diampuni. (HR. Bukhari dan Muslim).

Seperti itulah keistimewaan dan keutamaan bulan Ramadan, yang tidak akan kita dapati pada bulan-bulan lainnya. Di bulan Ramadan, masjid dan musholla penuh dengan jamaah. Lantunan ayat suci Al Quran menggema dimana-mana. Sedekah mengalir deras, seolah umat Islam kaya semua. 

Ketika Ramadan meninggalkan kita, banyak yang berkata akan merindukan kedatangan Ramadan kembali. Benarkah? Atau itu hanya sekedar hiasan yang terucap di bibir, sementara apa yang kita lakukan selepas Ramadan justru tidak mencerminkan rasa rindu yang mendalam akan keistimewaan bulan Ramadan itu sendiri? 

Tengoklah situasinya saat ini. Pasca Ramadan, semuanya sirna. Masjid dan musholla kembali sepi. Barisan makmum dalam sholat berjamaah berkurang drastis, tinggal menyisakan satu shaf saja. Nuansa Ramadan menjadi hampa, ibadah pun tak lagi bergairah. 

Patut kita renungkan sebuah ungkapan: "Laa takuunuu Ramadhaniyyan, walaakin kuunuu Rabbaniyyan. Janganlah kita menjadi hamba Ramadan, tapi jadilah hamba yang Rabbaniyah (hamba Allah yang sesungguhnya)."

Karena ada sebagian umat Islam yang menyibukkan diri di bulan Ramadan dengan ketaatan dan qiraatul Qur'an, kemudian ia meninggalkan itu semua bersama dengan berlalunya Ramadan.

Mengapa bisa seperti itu? Mengapa kita hanya giat beribadah hanya di bulan Ramadan saja? 

Bukankah Allah tak pernah tidur? Bukankah Dia selalu ada? Bukankah Dia berfirman di sela ayat-ayat tentang puasa, "Katakan (Muhammad), apabila hamba-hambaKu (yang beriman) bertanya kepadamu mengenai aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku dekat (QS. Al Baqarah: 186)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline