Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

Seichii Miyake dan Blok Taktil untuk Memandu Disabilitas Netra

Diperbarui: 19 Maret 2019   11:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

blok taktil di peron stasiun kereta api (sumber foto: cnn.com)

Bagi orang-orang dengan penglihatan normal, ubin-ubin berwarna kuning dan bergelombang yang biasanya dipasang di dekat tepi peron kereta bawah tanah atau penyeberangan jalan mungkin tidak terlalu diperhatikan. Tapi bagi penyandang disabilitas netra, ubin tersebut dapat menyelamatkan nyawa mereka.

Ubin yang disebut blok taktil (Paving Yellow Line) ini dipasang untuk membantu orang tunanetra menavigasi ruang publik supaya mereka tahu kapan mereka mendekati area berbahaya. Ubin yang dipasang memiliki benjolan yang bisa dirasakan dengan tongkat berjalan atau melalui sepatu. Dengan adanya blok taktil di peron kereta api atau penyeberangan jalan, penyandang tuna netra bisa lebih berhati-hati dalam melangkah saat hendak naik kereta atau menyeberang jalan.

Blok taktil awalnya disebut Blok Tenji. Blok ini memiliki dua pola utama: titik (dot) dan balok (bar). Ubin dengan benjolan titik-titik menandakan area bahaya. Sementara ubin dengan benjolan berupa balok memberi petunjuk arah yang menunjukkan bahwa pejalan kaki (khususnya tuna netra) sudah berada di jalur yang aman.

Penemu sistem navigasi untuk penyandang disabilitas netra ini adalah Seichii Miyake. Google memperingati jasa besar Seichii Miyake ini dengan mengabadikannya pada Google Doodle pada 18 Maret 2019 kemarin.

Miyake, seorang penemu Jepang, menemukan sistem navigasi blok ini setelah mengetahui visi seorang temannya yang tunanetra terganggu. Miyake kemudian merancang ubin yang mudah dikenali tunanetra dan bisa menuntun mereka saat berjalan. Blok taktil pertama kali diperkenalkan di jalan dekat Sekolah Okayama untuk Tunanetra di Okayama, Jepang pada 18 Maret 1967.

blok taktil di pedestrian (sumber foto: analisadaily.com)

Satu dekade kemudian, blok-blok itu menyebar ke semua jalur kereta api Jepang. Sistem navigasi menggunakan ubin bergelombang titik dan balok ini kemudian diadopsi oleh hampir semua negara di dunia. Selain dipasang di peron stasiun. blok taktil juga dipasang di pedestrian atau trotoar kota-kota besar. 

Miyake meninggal pada 1982, tetapi penemuannya tetap hidup hampir empat dekade kemudian, membuat dunia sedikit lebih aman terutama untuk para penyandang disabilitas.

Di Indonesia, blok taktil banyak dipasang di peron-peron kereta api, di dekat jalur rel. Salah satunya bisa kita lihat di stasiun khusus MRT Jakarta yang baru saja diujicobakan untuk publik. Blok Taktil tersedia dari pintu masuk MRT sampai ke pintu kereta. 

Selain itu, paving blok taktil juga dipasang untuk mengarahkan tuna netra ke fasilitas-fasilitas yang mendukung disabilitas. Seperti ke loket manual untuk pembelian tiket dengan staf, toilet disabilitas, lift, dan mengarahkan mereka naik kereta melalui pintu yang dekat dengan kursi prioritas.

Sayangnya, banyak kota di Indonesia yang belum banyak memasang blok taktil di jalur pedestrian. Masih banyak pula penyeberangan jalan (Zebra Cross atau Pelican Cross) yang tidak dilengkapi blok taktil. Padahal, sebagai ruang publik, jalur pedestrian dan penyeberangan jalan di jalan-jalan utama kota semestinya juga dirancang untuk ramah bagi disabilitas. 

Aksesibilitas untuk para difabel itu memang menjadi hal yang harus disediakan pemerintah. Untuk menunjang kehidupan sehari-hari secara mandiri, sehingga dapat mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline