CEO Bukalapak Achmad Zaky jadi korban perundungan oleh pendukung Presiden Jokowi. Tagar #UninstalBukalapak pun menggema di jagad Twitter. Gara-gara cuitan Zaky yang dituding berpolitik praktis dan tidak berterima kasih pada pemerintah (periode kepemimpinan Jokowi).
Pada Rabu (13/02) kemarin, melalui akun twitternya Zaky mengeluh tentang rendahnya budget R&D dari pemerintah Indonesia. "Omong kosong Industri 4.0 kalau budget R&D negara kita kaya gini (2016, in USD)..." lalu dilanjutkan dengan daftar besarnya budget R&D dari beberapa negara. Di akhir tweetnya, Zaky menuliskan "Mudah-mudahan presiden baru bisa naikin."
Sontak, cuitan Zaky pun menuai protes, terutama dari pihak pendukung pemerintah atau pendukung Jokowi. Zaky dianggap sudah mulai bermain politik praktis dan yang lebih serius, Zaky dianggap menebar kebohongan terkait data yang ia sajikan. Zaky juga dianggap tidak tahu terima kasih.
Bos Bukalapak memang ngawur. Data yang ia sajikan sudah usang, tapi dibingkai seolah data terkini. Dalam cuitannya, Zaky mengatakan budget R&D dari pemerintah (2016, in USD) hanya sebesar 2B (2 miliar dolar AS) dan berada di urutan 43.
Padahal data yang disajikan Zaky adalah data tahun 2013. Dikutip dari situs World Bank, dana penelitian dan pengembangan (R&D) dari pemerintah pada tahun 2013 sebesar 2,0 miliar dolar AS dengan tingkat prosentase dari Gross Domestic Product (GDP) cuma 0,08 %.
Sementara itu, mengutip dari situs rdmag.com, budget R&D dari pemerintah pada tahun 2016 sudah meningkat menjadi 9,38 miliar dolar AS dengan prosentasi dari GDP sebesar 0,89%. Sedangkan pada tahun 2018, budget R&D Indonesia bertambah menjadi 10,23 miliar dolar AS dengan prosentase dari GDP sebesar 0,91%.
Meski data yang disajikan Zaky ngawur dan salah, secara esensi apa yang diungkapkan Zaky memang benar. Dengan prosentase cuma sebesar 0,91% dari GDP, perhatian pemerintah terhadap riset sains dan teknologi masih terhitung rendah. Apalagi jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia atau Singapura yang penduduknya jauh lebih sedikit.
Zaky juga benar apabila dia mengharapkan "mudah-mudahan presiden baru bisa naikin." Jika ingin bisa bersaing dalam Revolusi Industri 4.0, pemerintah harus mulai fokus dan lebih peduli terhadap dana riset, terutama di bidang teknologi digital.
Tidak ada yang salah dengan kalimat harapan dari Zaky tersebut. Hanya saja, pihak yang berang dengan cuitan Zaky menuduh bos Bukalapak ini tidak tahu terima kasih. Mereka mengaitkan kalimat "presiden baru" ini seolah-olah Zaky sudah lupa ingatan bahwa Presiden Jokowi pernah menyempatkan hadir dalam acara ulang tahun Bukalapak. Zaky juga dianggap menggiring opini dan masuk terlalu jauh dalam politik praktis. Frasa "presiden baru" diasumsikan pendukung pemerintah termasuk kampanye terselubung dari Achmad Zaky.
Terkait keberangan pendukung presiden Jokowi terhadap cuitan Ahmad Zaky yang berbuntut pada ajakan untuk meng-uninstall aplikasi Bukalapak, hal ini menunjukkan mereka tidak memahami esensi dari apa yang diungkapkan Ahmad Zaky. Sebagai anak muda yang sudah berhasil menelurkan startup unicorn, wajar apabila Zaky mendambakan pemerintah lebih serius dan memberi perhatian yang lebih besar pada pengembangan sains dan teknologi.
Frasa "presiden baru" yang dilontarkan Zaky adalah bentuk harapan pada siapapun orangnya yang terpilih pada pilpres 2019 nanti. Bisa Jokowi, bisa pula Prabowo. Apakah ada yang salah dari frasa "presiden baru" tersebut?