Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

Satu Tips Saja Supaya Kamu Lebih Percaya Diri dengan Karya Tulismu

Diperbarui: 4 Januari 2019   15:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi (unsplash.com/@jromeo)

"Rasanya kok nggak percaya diri kalau harus menulis, apalagi di Kompasiana. Disana banyak penulis-penulis hebat. Sementara tulisanku berantakan, bahasanya buruk."

Ketika mendapat tugas mengarang indah jaman masih sekolah dulu, saya selalu mengumpulkannya paling akhir. Bukan karena malas atau menunda, tapi karena tidak percaya diri dengan hasil karangan saya sendiri.

Setiap selesai menulis, dan kemudian membaca ulang sebelum hendak dikumpulkan, saya cenderung menilai sendiri kalau tulisan saya itu berantakan. Lebih seringnya karena saya menganggap bahasa yang saya gunakan itu buruk sekali.

Perbendaharaan kosa kata saya terbatas. Itu sebabnya saya paling benci kalau harus mengarang puisi. Karena otak saya sepertinya tidak mau diajak berpikir kreatif mencari kata-kata cantik nan indah yang bisa membuat puisi itu berima dan berirama.

Lambat laun, setelah mendapat banyak bekal ilmu menulis (hasil dari banyak membaca), terutama saat aktif di pers mahasiswa dulu, akhirnya saya merasa nyaman dan percaya diri dengan hasil tulisan saya. Satu peristiwa yang membelokkan saya dari rasa minder kepada rasa percaya diri pada karya tulis sendiri terjadi sewaktu saya hendak ujian skripsi.

Sewaktu menyodorkan draft skripsi untuk diujikan, dosen pembimbing saya sempat menegur, "Bahasamu kok kayak wartawan aja. Masak kamu mau maju skripsi dengan gaya bahasa tulisan seperti ini?"

Yah maklum saja, saking semangat dan aktifnya di pers mahasiswa, gaya bahasa jurnalisme itu terbawa saat menyusun naskah skripsi. Ketika masih berbentuk proposal penelitian, dosen saya masih memaklumi. Tapi ketika penelitian sudah selesai dan hasilnya hendak diuji, dosen pembimbing meminta saya untuk menyunting dan merevisi naskah skripsi tersebut.

Dua kali revisi, dua kali ditolak. Pada ketiga kalinya, saya yang sudah desperate banget nekat mengajukan naskah skripsi untuk segera diujikan.

"Kamu yakin dengan bahasa naskah skripsi seperti ini mau ujian?" tanya dosen pembimbing.

Mungkin saking jengkelnya tiap kali mengajukan naskah ditanya perihal bahasa, saya lalu nekat bertanya, "Maaf Bu, selain masalah bahasa, apa ada yang salah dengan substansi skripsi saya tersebut?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline