"Tahukah kau, mengapa aku menyayangimu lebih dari siapa pun? Karena kau menulis, suaramu abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari."
Rasanya aku tak percaya kau menyanjungku sedemikian rupa. Kupikir tak cuma cinta saja yang membuat orang rela melakukan segalanya. Asal kau tahu, menulis itu juga butuh pengorbanan.
Saat menulis, kukorbankan waktu yang semestinya kusediakan untukmu. Bukankah kau sering mengeluh, ketika menulis aku seolah lupa dengan sekelilingku.
Itu karena aku tak ingin tulisanku hanya sekedar omong kosong belaka. Atau lebih parahnya, aku tak ingin tulisanku membawa kemudharatan bagi pembacanya.
Kamu tahu kan prinsipku dalam menulis. Bagiku, menulis itu bisa menjadi tabungan pahala. Karena dalam agama kita diajarkan, hanya ada tiga hal yang bisa dibawa mati: sedekah, do'a anak yang sholeh, dan ilmu yang bermanfaat.
Aku ingin tulisanku bisa membawa manfaat, entah itu pengetahuan, inspirasi, motivasi, atau sekedar membuat senang orang yang membacanya. Sekecil apapun itu, manfaatnya harus terasa nyata.
Karena itulah sayang, waktu yang berharga itu kugunakan untuk mencari fakta, atau jawaban atas segala keresahan dan rasa ingin tahuku.
Menelusuri ribuan artikel di belantara dunia maya. Mencari remah-remah informasi yang bisa mendukung opini. Mengutip kalimat dari orang-orang terkenal yang relevan untuk kujadikan penghias tulisan.
Tentu saja hal ini juga butuh pengorbanan, selain waktu yang tadi kusebutkan. Ibarat orang yang sedang bepergian, dia butuh bekal untuk menjelajahi tempat-tempat baru yang belum dikenal. Bagi penulis lepas, bekal utama saat dia pergi menjelajahi dunia tanpa batas ini adalah kuota internet.
Kamu tahu kan sayang, kalau rumah kita yang mungil ini belum dialiri jaringan kabel fiber optik. Yang bisa membuat kita berlangganan internet unlimited. Untuk sementara, aku hanya bisa menggantungkan harapan pada pasokan kuota internet dari si merah, biru, kuning, atau kadang-kadang ungu.