Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

Tragedi Pekerja Trans Papua Tak Bisa Lagi Dianggap Tindak Kriminal Biasa

Diperbarui: 5 Desember 2018   17:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Tragedi pembunuhan 31 pekerja PT. Isyaka Karya yang tengah mengerjakan proyek jalan Trans Papua di Kabupaten Nduga, Papua mengguncang publik tanah air. Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (KKSB/KKB) pimpinan Egianus (Yanus) Kogoya diduga sebagai pelaku pembantaian tak berperikemanusiaan tersebut.

Peristiwa ini tak pelak menjadi salah satu catatan paling hitam dalam sejarah pemerintahan Presiden Jokowi. Masyarakat Indonesia yang merasa geram dan berduka dengan tragedi tersebut menuntut pemerintah untuk segera bertindak. Sebagian besar masyarakat juga menilai tragedi ini bukan lagi kejahatan kriminal biasa. Tapi sudah menjurus pada aksi terorisme dalam upaya pemberontakan terhadap keutuhan NKRI.

Mengutip dari laman Kompas, Kapolres Jayawijaya AKBP Yan Pieter Reba mengatakan motif yang menyulut api kemarahan Kelompok Kriminal Bersenjata adalah karena aksi salah satu pekerja, mengambil gambar saat kelompok itu melaksanakan upacara Hari Papua Merdeka. Marah karena mengetahui kegiatannya direkam, kelompok itu lantas mengejar dan menghabisi nyawa puluhan pekerja, yang sejauh ini totalnya mencapai 31 orang, dan satu orang masih dalam pencarian setelah berhasil melarikan diri.

Tak hanya itu, KKB juga menyerang pos TNI Yonif 756/Yalet yang berada di distrik Mbua, Kabupaten Nduga. Akibat aksi serangan tersebut, satu prajurit TNI gugur tertembak dan satu orang lainnya terluka.

Pemerintah memang tidak tinggal diam. Segera setelah kabar peristiwa pembantaian ini menyeruak ke publik, Presiden Jokowi memerintahkan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu untuk mengambil langkah taktis. Atas perintah tersebut, Ryamizard mengatakan tak ada negosiasi bagi KKB atas pembantaian yang mereka lakukan pada pekerja PT. Isyaka Karya. Untuk itu, harus TNI yang turun tangan memberantas keberadaan KKB di Papua.

"Bagi saya tidak ada negosiasi. Menyerah atau diselesaikan. Itu saja," ujar Ryamizard di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/12/2018).
Ryamizard juga menambahkan, kelompok bersenjata tersebut juga memiliki agenda politik, yakni memisahkan Papua dari Indonesia. Ia menegaskan, TNI memiliki tugas pokok untuk menjaga kedaulatan, keutuhan dan keselamatan bangsa Indonesia.


"Mereka itu bukan kelompok kriminal tapi pemberontak. Kenapa saya bilang pemberontak? Ya kan mau memisahkan diri, (memisahkan) Papua dari Indonesia. Itu kan memberontak bukan kriminal lagi," tuturnya.

Apa yang diungkapkan Menteri Pertahanan tersebut memang tepat. Peristiwa terbunuhnya para pekerja PT. Isyaka Karya tidak dapat lagi dianggap sebagai tindakan kriminal biasa. Selain digolongkan sebagai aksi pemberontakan sebagaimana yang dikatakan Ryamizard, pembunuhan massal itu juga sudah memenuhi unsur tindak pidana terorisme.

Pasal 1 ayat (2) UU no, 5 tahun 2018 tentang Tindak Pidaya Terorisme menyebutkan definisi Terorisme adalah: perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik atau gangguan keamanan.

Jika merujuk pada definisi Terorisme yang terdapat dalam UU diatas, ada tiga alasan mengapa tindakan biadab yang dilakukan KKB pimpinan Egianus Kogoya digolongkan dalam  tindak pidana terorisme.

Pertama, peristiwa pembunuhan terhadap 31 orang warga sipil dan 1 orang militer itu merupakan perbuatan yang menggunakan kekerasan (senjata) yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, bukan hanya di Papua tapi menebar teror dan rasa takut diseluruh Indonesia. Terlebih lagi, pembunuhan itu dilakukan secara sadis, terencana dan berjenjang. Delapan orang sipil yang mulanya mampu melarikan diri dan bersembunyi di rumah salah satu Caleg DPRD Papua diambil paksa dan kemudian dibunuh dengan sadis pula.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline