Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

Kopi Bubuk Waris, Kopi Ijo yang Melegenda Hingga ke Negeri Tetangga

Diperbarui: 20 November 2018   13:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kopi Bubuk Waris (dokumentasi Ahmad/Warung Kopi Waris)

Bila ada kesempatan berkunjung ke Tulungagung, cobalah bertanya tentang Kopi Ijo. Bisa dipastikan telunjuk orang-orang akan mengarah ke Desa Bolorejo, Kecamatan Kauman. Dan jika ditanyakan lagi perihal Kopi Ijo apa yang paling terkenal, semua orang akan bilang Kopi Bubuk Waris. Namanya melegenda hingga ke negeri tetangga.

Sebelum saya bercerita tentang Kopi Ijo Waris, ada baiknya saya jelaskan dulu, apa perbedaan Kopi Ijo, Kopi Hijau dan kopi  biasa. Kopi Hijau, adalah terjemahan dari Green Coffee. Yakni biji kopi mentah yang belum disangrai. Biji kopi ini berwarna hijau kering.

Kopi biasa (tanpa embel-embel warna), tentu saja merujuk pada biji kopi yang sudah disangrai, berwarna coklat gelap (tergantung tingkat kematangannya), siap digiling untuk kemudian diseduh.  Oleh orang-orang dari dunia kopi disebut Coffee Bean.

Kopi Ijo, ini yang agak unik. Kata "ijo", adalah penyebutan bahasa Jawa untuk warna hijau. Tapi, Kopi Ijo bukanlah biji kopi mentah, sebagaimana yang dimaksud sebagai arti dari Kopi Hijau sebenarnya. 

Kopi Ijo adalah kopi bubuk yang sudah disangrai, yang bila diseduh kemudian akan tampak berwana hijau kehitaman. Dan sentra produksi dari Kopi Ijo ini ada di Desa Bolorejo, Kecamatan Kauman, Kabupaten Tulungagung.

Tidak ada literatur yang pasti dan bisa memberitahukan kita sejak kapan Kopi Ijo ini mulai ada dan diproduksi di Desa Bolorejo. Keberadaan Kopi Ijo ini juga tak lepas dari budaya Nyethe, atau Cethe. Yakni melukis/membatik puntung rokok dengan ampas kopi.

Sebenarnya, ada banyak warung kopi sejenis yang bertebaran di beberapa tempat di Kecamatan Kauman. Tapi, Warung Kopi Waris lebih dikenal orang sebagai pusat produksi Kopi Ijo. Awalnya, Warung Kopi Waris hanya membuat kopi sendiri untuk dijual di warung. Menurut Hariyanto, satu dari 10 anak Pak Waris, orang tuanya mulai buka usaha warung kopi sejak 1978. 

"Itu setelah ada banjir bandang tahun 1976," kata Haryanto. Lambat laun, banyak orang yang memesan untuk dibawa pulang. Baik untuk dikonsumsi sendiri maupun untuk dijual kembali.

Popularitas Kopi Bubuk Waris pun semakin menanjak. Setelah Pak Waris meninggal dunia, usahanya diteruskan oleh istrinya, Sutijah atau yang akrab dipanggil Mak Waris. 

Kini, Kopi Bubuk Waris sudah dikelola oleh generasi kedua. Beberapa anggota keluarga Pak Waris membuat kopi bubuk sendiri-sendiri berdasarkan resep/racikan peninggalan Pak Waris. Meski dibuat terpisah, dengan logo atau kemasan yang berbeda, namun semuanya memakai nama Waris dibelakangnya.

Hariyanto menuturkan, saat kopi bubuk Waris mulai dipesan orang luar untuk dibawa pulang, dirinya mulai mengurus Sertifikat Produksi Pangan -- Industri Rumah Tangga (P-IRT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung. Dengan nama industri Warung Kopi Waris dan merek produk adalah Kopi Bubuk Waris.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline