Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

Antara Sontoloyo, Goblok dan Tampang Boyolali

Diperbarui: 5 November 2018   19:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Diantara tiga diksi dan frasa pada judul diatas, manakah yang menurut anda paling buruk? Jawabannya bisa mencerminkan pilihan politik anda. 

Tiga kata ini; Sontoloyo, Goblok dan Tampang Boyolali diucapkan tiga orang yang berbeda, dalam situasi dan konteks yang berbeda pula. Tapi mengakibatkan reaksi yang sama. Baik atau buruknya diksi dan frasa tersebut tergantung pada siapa yang menilainya. 

Bagi pendukung Prabowo, kata Sontoloyo jelas berkonotasi buruk. Tak pantas dan tak elok diucapkan seseorang yang menyandang jabatan sekelas presiden seperti Jokowi. Tapi bagi pendukung Jokowi, kata itu wajar saja, tidak ada salahnya. Bahkan mereka mencari pembenaran dengan memperbandingkan kata Sontoloyo yang pernah diucapkan Presiden Soekarno dulu. Sontoloyo yang diucapkan Jokowi dianggap hanya sebagai kiasan untuk menyebut perilaku buruk beberapa politikus.

Begitu pula ketika Menteri Susi Pudjiastuti berkomentar singkat, "Goblok!". Pendukung Sandiaga Uno, yang notabene juga pendukung Prabowo langsung meradang. Karena komentar itu dikeluarkan Susi menanggapi pemberitaan tentang janji Sandiaga Uno pada kelompok nelayan beberapa waktu lalu. 

Pendukung Sandiaga Uno menilai, seorang pejabat seperti Susi harusnya bisa menjaga ucapannya. Kalau ada yang salah dengan klaim dan janji Sandi, komentarilah dengan kata-kata yang sopan, tidak dengan mengeluarkan kata yang menjurus pada makian. Sekali lagi, pendukung Menteri Susi (yang juga pastinya pendukung Jokowi) mengelak. Mereka menganggap wajar komentar pedas tersebut. Bahkan mereka balik membully Sandi karena dianggap berjanji dan bicara tanpa fakta.

Semuanya jadi berbalik ketika Prabowo, dalam pidatonya di hadapan kader Gerindra menyinggung Tampang Boyolali. Sontak saja, pendukung Jokowi marah! Mereka menuntut Prabowo meminta maaf karena dianggap sudah berkata SARA. Demonstrasi dilakukan, mengatasnakaman seluruh warga Boyolali, atau yang pernah lahir dan bertempat tinggal di Boyolali. Bahkan Presiden Jokowi turut berkomentar, menyinggung kedua orang tua beliau yang kelahiran Boyolali.

Bagi pendukung Prabowo-Sandi, respon pendukung Jokowi terkesan lebay dan tak beralasan. Tak ada yang salah dengan pidato Prabowo, meskipun ada perkataan tentang Tampang Boyolali. Ini adalah pidato yang diucapkan di depan kader sendiri, dan tidak dimaksudkan untuk menghinakan etnis tertentu. Pendukung Prabowo bahkan meminta pihak yang mengecam diksi Tampang Boyolali itu untuk melihat rekaman video pidato tersebut, dan menunjukkan bagian narasi mana yang dianggap menghina warga Boyolali.

Di tahun politik, apalagi menjelang pemilihan presiden, tensi masyarakat cenderung naik dan mudah terprovokasi. Mulai dari politikusnya, pendukungnya, atau mereka yang terkesan (pura-pura) netral sekalipun. Setiap ucapan dari pihak yang berseberangan dengan mereka harus dianggap salah. Pembenaran yang dilakukan, meskipun itu didukung fakta yang jelas, dianggap hanya sebuah tindakan untuk mengelak, mencari alasan saja.

Dalam situasi seperti ini, wajar kok bila kita selalu menerapkan standar ganda. Tidak ada orang yang benar-benar berpijak pada garis tengah. Garis ini hanyalah garis imajiner, yang ada pada dunia utopia. Sekuat apapun kita berusaha netral, pasti ada kecenderungan untuk memihak, memilih satu sisi. Karena itu, kita tidak bisa menilai dengan pasti, manakah yang buruk dari tiga diksi dan frasa tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline