Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

Kampus Digital yang Sangat Lengkap Itu Bernama Kompasiana

Diperbarui: 26 Oktober 2018   07:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Jika diibaratkan sebuah sekolah, Kompasiana adalah kampus digital dengan ragam fakultas dan jurusan ilmu yang lengkap. Kita bisa menimba ilmu disini secara gratis, cuma dengan satu syarat, yakni rajin membaca.

Lengkapnya ilmu yang ada di Kompasiana bisa dibuktikan saat kita mencari informasi (apapun) di mesin pencari. Hampir bisa dipastikan, ada artikel dari Kompasiana yang masuk dalam 1-10 halaman hasil pencarian di Google Search.

Kompasiana tak hanya memberikan berbagai macam ilmu bagi pembacanya. Disini kita juga bisa mengasah ketrampilan, terutama dalam dunia tulis menulis. Sekolah menulis di Kompasiana dibuat berjenjang. 

Saya ingat ketika pertama kali menulis di Kompasiana. Masih acak, tidak terstruktur, dengan bahasa mirip gaya tulisan anak sekolah dasar. Secara perlahan, dengan banyak membaca dan memperhatikan tulisan-tulisan dari Kompasianer lain, saya pun belajar untuk memperbaiki tulisan. Baik itu pada penambahan kosa kata, struktur kalimat hingga gaya bahasa.

Dari sekian ribu Kompasianer, yang aktif menulis maupun sekedar membaca, ada dua Kompasianer yang saya kagumi. Pertama adalah Kompasianer Pak Tjiptadinata. Dengan usia yang sudah tidak muda lagi, beliau masih mampu berkarya, menghasilkan ribuan tulisan yang banyak menginspirasi para pembacanya.

Kompasianer kedua adalah Mbak Lilik Fatimah Azzahra. Setiap kali bertemu (kami sama-sama tinggal di Malang), Mbak Lilik selalu mengawali pembicaraan dengan bertanya, "Hari ini sudah nulis berapa artikel Mas?" 

Seolah sudah disetel otomatis oleh peraih gelar Best Fiction dari Kompasiana tahun lalu ini. Jika dia tidak menulis apapun dalam satu hari, biasanya dia mengeluh, "Hari ini libur nulis Mas.....".

Konsistensi, itulah yang saya pelajari dari Mbak Lilik, dan juga pak Tjipta. Konsistensi dalam menulis akan membentuk kebiasaan, yang pada akhirnya membentuk budaya. Dari sinilah hakekatnya budaya literasi itu tumbuh. Maka, tepat kiranya jika saya menganggap Kompasiana sangat berperan dalam membentuk budaya literasi bagi bangsa ini.

Menulis (dan membaca) di Kompasiana tak hanya membuat kita memperoleh ilmu baru. Kompasiana juga bisa berperan sebagai medium untuk meraih pahala. Sebagai tempat menabung yang hasilnya akan bisa kita petik di kehidupan setelah dunia ini. Dalam Islam, hanya ada tiga hal yang bisa kita bawa setelah kematian: Amal jariah, do'a anak yang sholeh dan ilmu yang bermanfaat.

Dengan menulis di Kompasiana (ataupun di media manapun) tentang hal-hal yang bermanfaat, setidaknya kita sudah mendapat modal yang berharga untuk ditabung. Semakin banyak tulisan itu dibaca dan dibagikan, semakin banyak orang yang mengambil manfaat dari tulisan kita, maka semakin besar pula hasil tabungan pahala yang kita punya.

Akhir kata, Selamat menempuh milestone ke-10 tahun buat Kompasiana. Buatlah dirimu menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat, bagi penulis maupun pembacanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline