Barangkali jika disebutkan nama Muhammad He, orang akan mengerutkan kening dan bertanya siapa dia? Tapi jika disebutkan nama Laksamana Cheng Hoo, anak sekolah dasar pun akan sigap menerangkan biografi singkatnya.
Namanya memang Muhammad He, berasal dari suku Hui. Dia adalah penjelajah lautan pertama di dunia, jauh sebelum masa penjelajah dari bumi belahan barat seperti Columbus, Vasco Da Gama, Bartholomeuz Diaz atau Ferdinand de Magellan.
Ketika Kaisar YongLe, kaisar ketiga dinasti Ming (dalam kisah silat Kho Ping Hoo disebut kaisar Yung Lo) menyerbu suku Hui, Muhammad He ikut ditangkap dan kemudian dijadikan kasim. Karena prestasi dan kecakapannya dalam memimpin, Muhammad He naik pangkat menjadi kepala seluruh kasim, sampai kemudian dipercaya memimpin pasukan ekspedisi untuk misi penjelajahan kerajaan.
Saat itu, mayoritas penduduk daratan Tiongkok berasal dari suku Han. Berhubung Muhammad He berasal dari suku Hui, yang berbeda dengan suku Han yang mayoritas, Kaisar kemudian memberi gelar marga Zhang supaya tidak muncul ketidakpercayaan terhadapnya perihal masalah kesukuan. Maka, jadilah Muhammad He dikenal sebagai Zhang He, atau dunia luar seperti kita mengenalnya sebagai Cheng Hoo.
Biografi singkat Cheng Hoo itu saya baca di plakat prasasti Masjid Muhammad Cheng Hoo, Surabaya. Masjid ini memang secara khusus didedikasikan untuk Cheng Hoo. Sebagai bentuk kekaguman akan pribadinya sebagai muslim yang taat, sekaligus penghargaan atas perjalanan ekspedisinya menjelajahi samudra hingga singgah ke bumi Nusantara.
Masjid Muhammad Cheng Hoo yang terletak di jalan Gading, Surabaya diresmikan pada 28 Mei 2003. Pembangunannya diprakarsai oleh organisasi Pembina Iman Tauhid Indonesia (PITI, dulunya Persatuan Islam Tionghoa Indonesia).
Masjid ini tercatat sebagai masjid pertama yang memiliki arsitektur mirip dengan sebuah kelenteng, dan yang pertama pula di Indonesia dan di dunia menggunakan nama Muhammad Cheng Hoo.
Desain masjidnya unik. Bangunan utama masjid dengan luas sekitar 11 x 9 m2 ini hanya cukup untuk menampung jamaah sholat sekitar 5 shaf saja. Namun, di depan masjid terhampar lapangan tertutup yang bisa menampung jamaah sholat hingga seribu orang. Jika tidak sedang digunakan untuk sholat, lapangan tertutup kanopi yang menjulang tinggi ini digunakan untuk kegiatan olahraga seperti basket atau bulutangkis oleh murid sekolah dan warga komplek perumahan.
Sebuah gedung berlantai dua yang digunakan untuk ruang kantor pengurus terdapat di sisi timur tepat di pinggir jalan. Menutupi bangunan masjid sehingga bagi yang kurang jeli tidak akan tahu ada masjid bernuansa unik di dalamnya.
Karena mengadopsi arsitektur kelenteng, banyak ornamen bernuansa Tiongkok yang menghiasi setiap sudut masjid. Warna merah dengan kombinasi kuning dan hijau menyala mendominasi dinding masjid. Beberapa lampu gantung atau lampion khas kelenteng tergantung di beberapa titik masjid bagian luar.
Alih-alih bertuliskan huruf Mandarin, lampu gantung dan lampion itu dihiasi kaligrafi bertuliskan Allah dan Muhammad. Di sisi luar masjid sebelah utara, terdapat taman kecil kolam ikan.