Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

Bapak Tua Difabel Itu Memberi Saya Pelajaran tentang Arti Ketakwaan

Diperbarui: 29 Mei 2018   21:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

bapak tua difabel yang sedang menunaikan sholat (dok.pribadi)

Pelajaran hidup bisa kita dapatkan kapan saja dan dimana saja. Tuhan juga tak perlu menunjuk seseorang yang sempurna untuk memberi pelajaran pada kita. Seorang difabel pun kadang bisa menjadi suri tauladan bagi kita. Inilah yang saya alami beberapa waktu yang lalu ketika seorang bapak tua difabel memberi pelajaran tentang arti ketakwaan.

Usai berkunjung ke rumah teman di kawasan Batu, saya mampir ke Masjid Agung batu yang terletak di sebelah alun-alun Kota Wisata Batu, hendak menunaikan sholat dhuhur. Meski sholat jamaah sudah selesai, suasana Masjid Agung Batu masih terlihat ramai dengan warga yang beristirahat sejenak usai menunaikan kewajiban sholat mereka.

Saat melangkahkan kaki masuk ke ruangan dalam masjid, ada sebuah pemandangan yang membuat langkah saya terhenti seketika. Di sudut ruangan dekat jendela, seorang bapak tua terlihat seperti tertidur membujur miring di lantai berkarpet merah. Namun, gerakan selanjutnya dari sang bapak itu baru menyadarkan saya, sekaligus membuat hati saya langsung tersentak ingin menangis.

Bapak tua itu tidak sedang tidur. Tubuhnya yang membujur tersebut merupakan bentuk dari gerakan sujud. Beliau memang tidak dapat sujud dengan sempurna layaknya orang normal seperti saya. Kakinya yang sebelah kiri adalah kaki palsu sebatas lutut. Sementara tangannya yang sebelah kiri juga tidak dapat berfungsi sempurna. Sehingga ketika sujud, beliau tidak dapat menopang lutut dan lengannya. Dipilihnya sikap yang termudah, yakni tidur miring.

Apa yang sudah diperlihatkan Allah pada saya melalui perjumpaan dengan bapak tua penyandang disabilitas ini sungguh merupakan pelajaran yang sangat berharga. Bagi seorang muslim, sholat adalah ibadah wajib yang tidak bisa ditawar. Tidak ada klausul syarat dan ketentuan yang berlaku. Ibadah-ibadah yang lain boleh ditunda atau diganti, tapi sholat tidak dapat ditunda apalagi diganti. Ibadah haji wajib bagi yang mampu. Puasa wajib bagi yang mampu pula secara fisik. Jika tidak, diganti di lain hari, atau bila sakit, tua dan hamil, boleh diganti dengan membayar fidyah. Zakat pun wajib buat yang mampu.

Tapi sholat, wajib bagi semua orang, tidak pandang bulu. Apakah miskin, kaya, sehat atau sakit, selama nafas masih bisa berhembus , sholat wajib ditunaikan. Wajibnya sholat berlaku selama hayat masih dikandung badan, selama ruh kita masih bersemayam di tubuh.

Tak peduli kita sakit, atau menderita cacat tubuh, sholat tetap ibadah yang wajib ditunaikan. Tak bisa menggerakkan badan, kita bisa sholat dengan kedipan mata. Tak bisa mengedip, kita bisa sholat dalam hati. Sholat juga merupakan amal ibadah yang pertama kali dihitung saat hari perhitungan kelak. Jika sholatnya bagus, ibadah yang lain tentu akan dinilai bagus pula. Jika sholatnya buruk, ibadah yang lain akan dihitung dengan cermat.

Bapak tua difabel yang saya lihat tersebut memberi kita contoh tentang arti ketakwaan. Beliau mengerti betul pentingnya kewajiban sholat bagi seorang muslim. Ketika Allah memerintahkan sholat, beliau tidak membiarkan keterbatasan jasmaninya menghalangi dirinya dari mentaati perintah Allah tersebut.

Bandingkan dengan kita yang masih memiliki tubuh sempurna tiada cacat apapun, terutama saya sendiri yang seringkali membuat pembenaran pribadi untuk mengabaikan perintah sholat. Sakit sedikit, kita sudah merasa malas. Sibuk sedikit, kita langsung mencari alasan untuk menunda sholat tepat waktu.

Usai menunaikan sholat, saya melihat bapak tua tadi sudah duduk membujurkan kakinya. Termenung khusyuk, seakan sedang berbincang kepada Rabb-nya. Saya tak sampai hati untuk mengganggu kesendiriannya. Meskipun ingin sekali saya menghampiri, dan mengucap terima kasih untuk pelajaran ketakwaan yang sudah beliau sampaikan hari itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline