Sepakbola Indonesia selalu mengalami permasalahan klasik, krisis finansial. Seolah tidak mau belajar dari yang sudah terjadi, kompetisi Liga 1 terancam tidak bisa berputar. Penyebabnya PT. LIB selaku operator liga hingga saat ini masih belum melunasi sisa uang subsidi bagi klub peserta. Hal ini ditegaskan Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum PSSI Joko Driyono yang menyatakan PSSI akan menunda seluruh gelaran kompetisi nasional jika sisa subdisi bagi klub belum juga dibayarkan.
"Salah satu isu penting dalam pertemuan tersebut (dengan Menpora), yakni memastikan pelunasan subsudi klub peserta Liga 1 dan Liga 2 2017. PSSI memerintahkan LIB untuk segera menyelesaikan tunggakan sebelum kick-off. Kalau belum selesai, ya nggak akan kick-off ," ujar Joko usai rapat kordinasi bersama Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) di Jakarta, pada Rabu (21/2).
Sebelum kompetisi Liga 1 dimulai, PSSI memang menjanjikan dana subsidi bagi 18 klub peserta masing-masing sebanyak 7,5 miliar rupiah. Sementara untuk 64 klub Liga 2 dijanjikan dana subsidi sebesar 600 juta sampai 800 juta untuk masing-masing klub. Nilai tersebut diberikan oleh LIB selaku operator yang mendapatkan dana subsidi dari sponsor dan pembagian hak siar pertandingan.
PT. LIB rencananya membagi subsidi tersebut dalam tiga kali pembayaran. Namun hingga usainya kompetisi baik di Liga 1 maupun Liga 2, PT. LIB masih menunggak pembayaran sebanyak 2,1 miliar kepada tiap klub di Liga 1. Hal yang sama juga dialami beberapa klub Liga 2. Bahkan, hadiah juara kompetisi U-19 sebesar 1 miliar yang seharusnya diterima Persipura hingga saat ini belum juga dibayarkan.
Dengan tertundanya pelunasan subsidi, beberapa klub mulai terkena krisis keuangan. Persipura bahkan tidak bisa mengikuti Piala Presiden, dengan alasan tidak ada biaya. Parahnya lagi, hadiah yang menjadi hak mereka saat menjuarai ISC A 2016 sebesar 1 miliar juga belum dibayarkan PSSI.
Sedemikian parahkah kondisi keuangan PSSI dan PT. LIB? Sebelum kompetisi dimulai, Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi membanggakan nilai kontrak sponsorship yang berhasil diperoleh. Dua sponsor utama yakni Gojek dan Traveloka, mengguyurkan dana sebesar 180 miliar. Ini masih belum termasuk dana hak siar dan sponsor-sponsor lainnya.
Sementara dengan janji subsidi sebesar 7,5 miliar per klub, PT. LIB harus mengeluarkan dana subsidi sebesar 135 miliar. Ditambah subsidi untuk 64 klub Liga 2 sebesar 600 juta (nilai terendah), PT LIB total harus mengeluarkan dana subsidi sebesar 173,4 miliar. Masih ada sisa dana sponsorship sebesar 6 miliar. Ini hanya dari dua sponsor saja.
Transparansi Dan Pentingnya Klub Belajar Mandiri
Dengan contoh perhitungan diatas, semestinya tidak ada kesulitan yang berarti bagi PT. LIB dan PSSI untuk segera melunasi subsidi klub seperti yang sudah dijanjikan. Faktanya, hingga kini banyak klub yang menjerit kas klub mereka kosong. Lantas kemana larinya uang subsidi klub tersebut?
Masih segar dalam ingatan, di masa La Nyalla Matalitti menjabat Ketua Umum PSSI, sekelompok suporter sepakbola melayangkan gugatan terkait transparansi finansial PSSI. Entah kemana suara mereka saat ini. Atau jangan-jangan suara mereka hilang dan berganti euforia karena sepakbola Indonesia kini sudah mulai meriah? Yang jelas, PSSI dan PT. LIB harus segera menjelaskan transparansi keuangan terkait subsidi bagi klub.
Di sisi lain, klub sepertinya tidak mau belajar mengelola keuangan mereka dengan baik. Alih-alih kreatif mencari sumber pemasukan lain, klub selalu saja tergantung pada subsidi dari PSSI dan operator liga. Sialnya, subsidi yang mereka harapkan bisa menghidupi klub selalu terlambat datang. Ujung-ujungnya, nafas kehidupan klub layaknya nafas seseorang yang hendak dijemput ajal.