Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

14 Triliun, Harga yang Murah untuk Tokopedia

Diperbarui: 27 Agustus 2017   18:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tokopedia.com

Di awal munculnya start up Marketplace di Indonesia, ada sebuah pertanyaan yang mengganjal. Dari manakah mereka mendapat keuntungan? Pertanyaan itu muncul karena marketplace tersebut memberikan fasilitas serba gratis bagi para penjual yang menaruh barang dagangannya.

Ada yang bilang keuntungannya berasal dari iklan adsense. Ada juga yang bilang pendapatan marketplace itu berasal dari membership VIP. Artinya penjual yang jadi member (alias yang tidak gratisan) bisa mendapat fasilitas lebih, misal produknya muncul di halaman pertama, dlsb.

Tapi, jawaban-jawaban itu langsung buyar begitu satu persatu marketplace itu membuat advertorial yang gencar dan wah. Tak hanya sekadar baliho dan bilboard di jalanan. Iklan di televisi pun kian marak diisi marketplace.

Terlebih ketika satu demi satu marketplace hasil karya anak bangsa diakuisisi pihak luar dengan nilai yang fantastis, mencapai angka Triliunan!

Sedemikian besarkah potensi start up marketplace di Indonesia?

Jika hanya mengandalkan pendapatan dari iklan adsense dan membership belaka, wajar jika kemudian ada sebagian pelaku pasar modal yang bilang, investor start up marketplace hanya sekedar membakar uang! Nonsense dan tak masuk diakal, menggelontorkan uang milyaran hanya demi pendapatan dari iklan adsense dan membership penjual.

Start up marketplace yang pertama diakuisisi adalah Bekas dot com. Pasar online khusus barang-barang bekas ini diakuisisi oleh Tokobagus. Dalam perjalanan waktu, Tokobagus yang performanya menanjak dan lagi naik daun akhirnya dicaplok oleh OLX.

Setelah itu, satu demi satu muncul start up marketplace lainnya. Tokopedia, Bukalapak, Lazada, Matahari Mall, Bhinneka, Blibli, Blanja, dan yang terbaru adalah Shopee.

Pasar-pasar online tersebut akhirnya gencar mencari penjual sebanyak-banyaknya.

Ambil contoh Lazada. Dulu pasar online ini identik dengan barang-barang kelas menengah keatas. Macam sepatu, hape, barang-barang fashion, dan aksesoris wanita. Kini, Lazada gencar mencari UKM-UKM dengan berbagai variasi barang dagangan. Tujuannya jelas, untuk menambah referensi pembeli agar hanya belanja di satu tempat saja.

Kembali ke pertanyaan awal, terus dari mana para marketplace tersebut mendapat keuntungan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline