Lihat ke Halaman Asli

Himam Miladi

TERVERIFIKASI

Penulis

Semoga Kamu Bahagia di (Full Day) Sekolah, Ya Nak....

Diperbarui: 13 Agustus 2017   17:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak di Pulau Sebatik berangkat sekolah. Sumber ilustrasi: ceritapelosokindonesia.wordpress.com

Dulu, saya termasuk salah satu dari sekian banyak orang tua yang tidak setuju dan khawatir perihal penerapan "Full Day School", atau "Five Day School". Ketidaksetujuan tersebut lebih didasarkan pada kekhawatiran akan kurangnya waktu bersosialisasi bagi anak ke lingkungan, dan juga bagi orang tua ke anaknya.

Ndilalah, tahun ajaran baru kali ini, anak saya masuk ke SMP Negeri yang menerapkan FDS. Begitu pula dengan si bungsu, tahun ini SD-nya menerapkan FDS. Mau tidak mau, saya hanya bisa pasrah.

Dua minggu berjalan, kekhawatiran saya perihal FDS mulai surut. Ternyata, kekhawatiran tersebut timbul dari ketidaktahuan saya tentang apa yang sesungguhnya terjadi pada peserta didik di sekolah yang menerapkan FDS.

Memang, secara perhitungan waktu, orang tua pantas resah. Bayangkan, anak saya yang SMP di hari sekolahnya harus bangun jam 4 pagi, paling lambat pukul 4.30. Usai sholat subuh dan sarapan, maksimal jam 06 sudah harus berangkat karena jam masuk sekolah pukul 06.20. Pulang sekolah pukul 17.00 di hari Senin, Rabu dan Kamis. Sedang di hari Selasa pulang pukul 16.00 dan hari Jumat 14.00.

Lantas, apa saja yang dikerjakan peserta didik di sekolah saat FDS tersebut?

Di sekolah yang menerapkan FDS, ada dua kali jam istirahat. Yang pertama pukul 9.00, dan kedua pukul 12.00 yang digunakan untuk istirahat, sholat dan makan (ishoma). Dan karena ini sekolah negeri, sudah tentu untuk makan siang para peserta didik harus membawanya sendiri.

Jam pelajaran resmi dimulai pukul 07.00 dan berakhir pukul 16.00. Sebelum jam pelajaran resmi inilah terdapat apa yang disebut Mendikbud sebagai "Penguatan Karakter".

Sebelum pelajaran resmi dimulai (06.20-07.00), murid beragama Islam masuk kelas untuk ImTaq (Iman dan Taqwa), yang diisi dengan mengaji bersama (tadarus Al Qur'an) dan tausyiah keagamaan.

Usai pelajaran resmi (16.00-17.00), murid melakukan kegiatan ekstrakurikuler yang dipilihnya. Ada tiga kelompok kegiatan ektrakurikuler yang bisa dipilih peserta didik, yakni olahraga, organisasi dan sosial, serta keagamaan. Total ada 15 jenis ekskul dengan Pramuka dan Pendidikan Agama (untuk yang islam namanya Pondok Sekolah) sebagai ekskul wajib. Pada ekskul keagamaan misalnya, untuk yang beragama Islam namanya Remas, dengan sub ekskul Bahasa Arab, Tartil Al Qur'an, Pidato (Tausyiah), dan Memanah.

Polemik seputar FDS hakekatnya mengerucut pada dua kekhawatiran. Pertama, orang tua khawatir putra-putri mereka terlalu capek dan malah terbebani dengan banyaknya jam pelajaran sehingga mengurangi waktu berinteraksi dengan teman, lingkungan dan juga orang tua.

Saya kira itu wajar, karena saya pun mengkhawatirkannya juga. Yang jadi pertanyaan adalah, apakah kekhawatiran kita sebagai orang tua berbanding lurus dengan apa yang sesungguhnya dirasakan putra-putri kita? Pernahkah kita tanya pada anak kita, apakah benar mereka capek, tidak senang dan tidak bahagia dengan suasana pembelajaran di sekolah mereka?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline