Lihat ke Halaman Asli

Prima Samtiadji

Mahasiswa PGSD UNNES Angkatan 2022

Mengembangkan Kurikulum SD Berbasis Game

Diperbarui: 25 Oktober 2023   17:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prima Samtiadji (Mahasiswa PGSD UNNES), Dr. Eka Titi Andaryani, S.Pd.,M.Pd. (Dosen PGSD FIPP UNNES) | Dok Pribadi


Pendidikan adalah landasan utama dalam pembentukan masa depan sebuah bangsa. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan dan memastikan bahwa semua siswa memiliki akses yang setara ke pembelajaran yang bermutu adalah suatu keharusan. Dalam konteks ini, saya mempertimbangkan penggunaan game sebagai sarana pendukung pengajaran di sekolah dasar (SD). Menerapkan pendekatan ini, disertai dengan kajian mendalam tentang sejarah Assassin's Creed dan konsep "Merdeka Belajar," dapat menghasilkan sebuah kurikulum yang lebih menarik dan inklusif.

Game dalam konteks ini adalah alat yang dapat mengubah cara kita melihat pembelajaran. Jauh dari stereotip permainan yang hanya menghibur, game seperti Assassin's Creed memiliki potensi edukatif yang signifikan. Ini adalah permainan yang memungkinkan pemain untuk menjelajahi sejarah dan budaya beragam di seluruh dunia. Sejarah, lokasi, dan karakter dalam game ini dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum SD dengan cara yang menarik.

Misalnya, kita bisa memanfaatkan game ini untuk memperkenalkan siswa kepada konsep sejarah dunia, mengenalkan mereka pada periode-periode penting, dan menggali budaya-budaya yang berbeda. Ketika kita menggabungkan konten game dengan pendekatan pedagogis yang tepat, kita dapat menciptakan pengalaman pembelajaran yang mendalam dan berkesan.

Namun, perlu dicatat bahwa penggunaan game dalam pendidikan juga menimbulkan tantangan tertentu. Penting untuk memastikan bahwa game digunakan dengan cara yang mempromosikan tujuan pendidikan yang sejati. Ini melibatkan pengembangan kurikulum yang relevan, yang mengintegrasikan materi dari game ke dalam pembelajaran yang lebih luas.

Selain itu, perlu mempertimbangkan aspek-aspek dari program Merdeka Belajar, yang menekankan pada pendidikan yang berorientasi pada siswa, perbedaan, keanekaragaman, dan lokalitas. Ini berarti bahwa kurikulum yang berbasis game harus mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan minat siswa yang beragam, sambil memastikan bahwa akses ke teknologi dan peralatan pendukung adalah merata.

Dalam hal ini, pengelolaan dana pendidikan yang mencapai 20 persen total anggaran APBN adalah kunci. Dana ini harus digunakan untuk memastikan bahwa semua sekolah memiliki akses ke peralatan teknologi yang dibutuhkan, serta untuk mengembangkan kurikulum yang mencakup standar nasional pendidikan. Dengan demikian, kita bisa memastikan bahwa kurikulum berbasis game benar-benar dapat mencapai semua siswa, termasuk mereka yang mungkin berada di daerah terpencil.

Dalam pengembangan kurikulum SD berbasis game, penting untuk memahami bahwa penggunaan game adalah alat, bukan tujuan. Tujuan utamanya adalah untuk menciptakan pengalaman pembelajaran yang memotivasi dan berkesan bagi siswa, memungkinkan mereka untuk memahami sejarah, budaya, dan beragam perspektif, sambil mengikuti prinsip-prinsip pemerataan dan inklusi dalam pendidikan.

Pemerintah harus berfokus pada pengelolaan sumber daya pendidikan dengan bijak, memastikan bahwa kebebasan dalam pembelajaran disertai dengan kontrol yang memadai untuk menjaga kualitas dan pemerataan. Ini adalah langkah awal yang perlu diambil dalam perjalanan menuju pendidikan yang lebih inklusif dan bermutu untuk generasi mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline