Secara alamiah, makanan merupakan kebutuhan pokok utama manusia, baik itu berasal dari hasil nabati maupun hewani. Usaha peningkatan produksi hasil pertanian nabati telah sering diupayakan, terutama sejak diadakannya ide Revolusi Hijau pada tahun 70-an. Revolusi Hijau dikenal juga sebagai revolusi agraria yaitu suatu perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional dan berubah ke cara modern untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Definisi lain menyebutkan revolusi hijau adalah revolusi produksi biji-bijian dari penemuan ilmiah berupa benih unggul baru dari varietas gandum, padi, jagung yang membawa dampak tingginya hasil panen. Tujuan revolusi hijau adalah meningkatkan produktivitas pertanian dengan cara penelitian dan eksperimen bibit unggul.
Namun keberhasilan meningkatkan produksi bahan pangan nabati di Indonesia masih terbentur oleh masalah pertumbuhan penduduk yang masih tinggi. Apabila pertumbuhan penduduk semakin meningkat, maka dalam jangka waktu 35 tahun penduduk Indonesia akan mencapai sekitar 320 juta penduduk dan otomatis produksi bahan pangan harus lebih di tingkatkan lagi.
Masalah lainnya adalah sempitnya lahan pertanian di pedesaan dan tingkat kerusakan pasca panen yang masih tinggi, sehingga segala usaha untuk menangani kerusakan pasca panen akan membantu mengurangi masalah kekurangan pangan. Agar mendapat hasil yang optimal, kita bisa meninjau dari segi daya simpan, nilai gizi, nilai ekonomis, dan lain-lain. Maka dari itu suatu teknologi harus mampu menerapkan solusi berdasarkan pada hasil panen tersebut.
Teknologi yang menyangkut penggunaan ilmu (science) dan keteknikan (engineering) yang dikaitkan dengan bahan pangan, sering disebut Teknologi Pangan atau Teknologi Bahan Makanan. Ilmu pangan mempunyai pengertian disiplin ilmu yang menerapkan dasar-dasar biologi, kimia, fisika, dan teknik dalam mempelajari sifat-sifat, penyebab kerusakan dan prinsip dalam pengolahan bahan pangan. Sedangkan teknologi pangan merupakan aplikasi penerapan ilmu pangan mulai dari pasca panen hingga menjadi suatu olahan pangan atau hidangan makanan.
Kini telah banyak Startup yang hadir untuk mengelola permasalahan pangan dan memanfaatkan teknologi digital dalam penerapannya. Salah satu platform yang hadir untuk mengatasi permasalahan pangan adalah etanee yang merupakan platform rantai pasok digital yang berfungsi menyederhanakan rantai pangan di Indonesia. Tentu adanya platform digital etanee ini dapat memudahkan segala pihak, mulai dari produsen, gudang logistik, rantai distribusi, hingga konsumen. Contoh pemanfaatan teknologi oleh etanee lebih dari sekedar e-commerce atau toko online, karena etanee menggabungkan tiga rantai bisnis utama yaitu rantai pasokan di hulu meliputi digitalisasi kegiatan produksi pertanian dan peternakan, kemudian manajemen logistic pasca panen di rantai tengah, lalu sistem distribusi hingga ke tangan konsumen di akhir bagian hilir.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan adanya konsep dan teori teknologi pangan ini diharapkan dapat memperjelas bagaimana dan apa saja permasalahan yang sering kali ada pada sektor pertanian terlebih pada pasca panen. Dan dengan menerapkan teknologi digital diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pertanian dengan memanfaatkan platform-platform yang ada agar sektor pertanian dapat semakin maju dan berkembang dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H