Lihat ke Halaman Asli

Prima Marsudi

Indahnya menua.

Cerpen | Teman Makan Teman

Diperbarui: 28 Februari 2019   12:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namaku Indah.  Orang tuaku memberikan nama dengan kata itu pasti diiringi keinginan untuk memiliki anak yang indah.  Bukan hanya fisik tetapi juga hati.

Harapan orang tuaku rasanya benar-benar terwujud.  Aku benar-benar tumbuh menjadi anak, gadis, kemudian menjadi wanita yang indah.  Untuk itu, aku sangat bersyukur.

Sayangnya nasibku tidak seindah nama dan rupaku.  Kehidupan cintaku gagal.   Satu-satunya orang yang kucintai meninggalkan aku.  Ia memilih wanita lain.  Dan wanita lain itu jauh dari kata indah.

Patah hati? Iyalah! Hidup seperti berhenti. Tak ada yang salah katanya ketika kutanya mengapa meninggalkan aku.  Lalu bagaimana caranya aku memperbaiki diri jika aku tak tau salahku.

Setelah menguras setiap apa yang kumiliki, akhirnya aku berhasil menyelesaikan hubungan ini.

Pelan pelan aku bangkit.  Kubangun link baru di kehidupanku.  Kubangun karierku hingga seperti sekarang.

Udara panas berangin, berbalut kebaya bali aku bersantai di atas bale bale di tepi sebuah kolam renang.  Airnya yang kebiruan membentang di hadapanku.

Sudah tiga hari aku berada di villa mewah ini.  Bersama ketiga sahabatku.  

Aku sedang menunggu ketiga sahabatku ketika seorang lelaki masuk ke dalam pekarangan. Dari kejauhan kupandangi lelaki itu.  Ada yang berbeda dari biasanya.

Tidak seperti tour guide yang lain, lelaki terlihat luwes dan bersahaja dalam balutan pakaian daerah.  Sarungnya terpasang rapi dan terlihat matching dengan kemeja dan sabuknya.

Lelaki itu menghampiriku dengan rasa percaya diri yang tinggi.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline