Lihat ke Halaman Asli

Presiden & TNI untuk PSSI

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Salut kepada Menpora Imam Nahrawi atas perilaku BONEK (Bondho Nekat)-nya membekukan PSSI, kebijakan tersebut perlu dukungan presiden. Presiden Jokowi yang menggelorakan Revolusi Mental selama masa kampanyenya perlu turun tangan untuk melakukan Revolusi Mental pembenahan organisasi PSSI. Jangan sampai presiden berkata “bukan urusan saya” ketika dicurhati rakyat soal kisruh PSSI yang berdampak pada merosotnya prestasi tim nasional sepakbola Indonesia. Presiden Soeharto turun tangan untuk PSSI dengan menempatkan orang dekatnya sebagai Ketua Umum PSSI. Kardono ketua umum PSSI periode 1983-1991 seorang ABRI yang berada di ring satu Presiden Soeharto. Kardono yang menjabat ketua umum PSSI pada masa tersebut tercatat sebagai sekretaris militer Presiden Soeharto. Kedekatan ketua umum PSSI dengan Presiden Soeharto membuahkan gelar terhormat kepada Kardono sebagai ketua umum PSSI paling sukses hingga saat ini.  Prestasi tertinggi tim nasional senior Indonesia dalam bentuk trophy di level Asia Tenggara digenggam pada SEA GAMES 1987 Jakarta dan SEA GAMES 1991 Manila pada masa pemerintahan presiden Soeharto. Pada tahun 1986 tim nasional sepakbola Indonesia nyaris lolos ke putaran final Piala Dunia Mexico kalah bersaing dengan tim nasional Korea Selatan pada fase akhir zona Asia. Dibawah asuhan pelatih Bertje Matulapelwa tim nasional sepakbola Indonesia 1986 memberikan kebanggaan kepada bangsa walaupun gagal lolos ke Mexico. Ketua umum PSSI berikutnya periode 1991-1999 masih dipegang kalangan ABRI yaitu Azwar Anas dengan prestasi lolos putaran final Piala Asia 1996 di Uni Emirat Arab. Agum Gumelar sebagai sosok militer terakhir yang memimpin PSSI pada periode 1999 – 2003.

Suka atau tidak suka kepemimpinan sosok prajurit TNI telah menjadikan organisasi PSSI kondusif yang berbuah prestasi tim nasional Indonesia di level internasional. Ramai riuh rendah dalam kompetisi dalam negeri namun sepi prestasi luar negeri adalah gambaran kualitas sepak bola Indonesia sejak 1994 hingga kini. Sejak bergulirnya liga professional 1994 belum dipahami makna professional yang sesungguhnya oleh segenap insane sepakbola. Professional dimaknai sebatas gemerlap uang dimana-mana, kontrak pemain yang mahal, ajang show pemain asing dan festivalisasi insane bola laksana selebritis. Era perserikatan dan galatama nan bersahaja terbukti mampu melahirkan talenta sepak bola Indonesia yang siap mati demi bangsa. Palu godam telah di ketuk Menpora, saatnya mereview ulang cetak biru dan peta jalan pembinaan sepakbola nasional. Seandainya FIFA benar-benar menjatuhkan sanksi dan membekukan kompetisi, mungkin ini sebagai jalan terbaik mengulang system kompetisi dari awal berkonsep amatir dan pembinaan. Save PSSI…save talenta sepakbola nasional demi Indonesia Hebat..!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline