Lihat ke Halaman Asli

Max Sahuleka

Grafolog

Apakah Tidak Mendukung Upah Buruh Rp 3,7 Juta Sama dengan Tidak Mendukung atau Tidak Pro Rakyat ?

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebuah keputusan yang baik adalah sebuah keputusan yang lahir dari analisa yang matang bukan mengedepankan aspek emosional.

Tulisan saya kali ini ingin mengangkat tentang tuntutan buruh yaitu upah buruh senesar Rp 3.700.000. Tuntutan ini kemudian dikaitkan dengan nuansa politik, yang artinya jika pemerintah tidak setuju maka dianggap tidak pro rakyat.

Upah buruh merupakan salah satu komponen dari biaya produksi namun termasuk komponen yang utama. Kenaikan upah buruh akan berdampak pada kenaikan biaya produksi dengan asumsi ceteris paribus (variabel lain dianggap tetap). Sesungguhnya secara teori, biaya produksi bisa saja tidak naik dengan kenaikan upah buruh apabila disertai dengan peningkatan produksi. Pertanyaannya, mampukah buruh meningkatkan kinerjanya sehingga biaya produksi menjadi tidak naik ?

Jujur saja, pasti jawabannya tidak. Secara matematis, jika upah buruh adalah Rp 3.700.000 dan upah buruh sekarang adalah Rp 2.400.000, berarti kenaikannya adalah lebih dari 50%. Artinya, jika buruh ingin menuntut upah sebesar Rp 3.700.000 tanpa menyebabkan kenaikan biaya produksi maka produksinya harus ditingkatkan sebesar 50%. Dan ini pasti sulit dilakukan.

Oleh karena itu, kenaikan upah buruh mau gak mau pasti akan menyebabkan inflasi. Kenaikan inflasi akan semakin cepat dan tinggi ketika kenaikan upah tersebut disertai dengan perilaku konsumtif para buruh, apalagi sistem kredit mendorong masyarakat menjadi lebih konsumtif.

Ketika inflasi menjadi tinggi, apakah ini berarti kesejahteraan buruh meningkat?

Yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa dampak inflasi bukan hanya mengena pada buruh melainkan kepada seluruh rakyat. Para pengangguran dan pekerja yang bekerja jauh di bawah upah buruh akan semakin tertekan dengan kenaikan inflasi ini.

Kondisi akan semakin memburuk karena perusahaan akan merasa semakin terbebani. Pada akhirnya, kemungkinan besar perusahaan akan mengalihkan investasinya ke luar Indonesia dan ini artinya para buruh karyawan tersebut akan menjadi pengangguran. Kondisi mereka sebagai pengangguran akan semakin terasa berat karena telah terjadi inflasi.

Setelah menimbang segala dampak yang ada, saya berkesimpulan bahwa menolak pandangan yang menyakatan jika menolak tuntutan upah buruh Rp 3.700.000 berarti tidak pro rakyat yang dalam hal ini maksudnya adalah pro buruh. Buruh memang harus diperhatikan kelayakan hidupnya, namun bukan berarti tuntutan mensejahterakannya berdampak pada ketidaksejahteraan rakyat secara keseluruhan.

Semoga saja bangsa ini semakin cerdas sehingga semakin bijak dalam mengajukan tuntutan. Amin.

Salam Indonesia yang Lebih Baik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline