Lihat ke Halaman Asli

Primadian Harmastuti

Mahasiswi Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana

Strategi dan Upaya Menuju DIY Bebas Antraks

Diperbarui: 21 Juni 2022   15:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Oleh
Primadian Harmastuti/31190289
Program Studi Biologi
Fakultas Bioteknologi
Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta


Antraks merupakan salah satu jenis penyakit tular vektor mematikan yang terjadi di berbagai dunia. Antraks merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthrachis yang menginfeksi hewan homoiterm pemakan rumput seperti sapi, kambing, domba, dan lain – lain. 

Bakteri Bacillus anthrachis merupakan bakteri jenis gram positif, bentuknya seperti batang, memiliki ukuran sekitar 3 – 5 mikrometer. Manusia dapat terpapar antraks karena adanya kontak secara langsung dan tidak langsung dengan hewan maupun bahan makanan dari daging hewan yang terinfeksi oleh bakteri antraks. 

Secara epidemiologis, terjadinya infeksi antraks pada manusia terdiri dari antraks yang ada di pedesaan dan antraks yang ada di lokasi industri. Antraks yang ada di pedesaan berkaitan erat dengan adanya kontak langsung antara manusia dengan hewan ternak yang terpapar bakteri antraks atau konsumsi daging hewan yang terinfeksi bakteri antraks dan biasanya penularan dapat melalui ketiga jalur (pencernaan, kulit, dan pernapasan). 

Sementara antraks yang ada di lokasi industri berkaitan erat dengan aktivitas industri seperti sortasi wool, tulang, kulit dari hewan ternak yang terinfeksi bakteri antraks dan penularannya melalui jalur kulit dan pernapasan sehingga risiko terpapar lebih tinggi (Tanzil, 2013).

Kasus antraks di Indonesia mulai ditemukan sebanyak 41 kasus pada tahun 2011, 22 kasus pada tahun 2012, 11 kasus dan 1 kasus kematian pada tahun 2013, 48 kasus dan 3 kasus kematian pada tahun 2014, 3 kasus pada tahun 2015, 52 kasus pada tahun 2016, 63 kasus dan 1 kasus meninggal pada tahun 2017 (Ramadhan, 2022). 

Dilihat dari data tersebut, kasus penyakit antraks dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan sehingga perlu upaya dan strategi penanggulangan serta pencegahan penyakit antraks di Indonesia. Kasus penyakit antraks baru-baru ini ditemukan di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang mana lebih dari 20 warga dan hewan ternak di Gunung Kidul terpapar penyakit antraks. 

Sebelumnya, sebaran kasus antraks di Gunung Kidul pernah ditemukan pada tahun 2016 hingga 2017 serta bulan Juni tahun 2019 hingga Januari tahun 2020 (Ramadhan, 2022). 

Permasalahan yang terjadi adalah pendataan surveilans yang belum selesai dan data kasus yang dilaporkan belum diperbarui sehingga upaya dan strategi penanganan dan pencegahan penyakit antraks masih belum tepat sasaran.

Kasus antraks muncul pada bulan-bulan musim penghujan, hal ini dikarenakan rumput banyak tumbuh dan akan terjadi kontak dengan spora bakteri yang ada di tanah sehingga ketika rumput tersebut dimakan oleh hewan ternak, hewan tersebut terinfeksi bakteri antraks dan jika spora langsung terhirup dan masuk ke saluran pernapasan manusia maka manusia langsung terinfeksi antraks. Umumnya, penyakit antraks dipengaruhi oleh faktor musim, iklim, suhu dan curah hujan yang tinggi (Damayanti, Saraswati, & Wuryanto, 2012). 

Selain itu, dipengaruhi adanya aktivitas erat penanganan hewan terpapar antraks khususnya di daerah endemis, aktivitas memelihara ternak, memberi pakan dan minum hewan ternak, menyentuh hewan yang rawan antraks, penyembelihan hewan yang rawan antraks, aktivitas menangani daging dan kulit yang rawan antraksserta aktivitas menjual dan mengkonsumsi daging hewan ternak yang rawan antraks.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline