Bonek tak lagi sekadar suporter tim Persebaya Surabaya. Namun telah menjadi sebuah fenomena sosial yang telah membawa beragam efek sosial selama sepuluh tahun terakhir. Selain baku pukul dengan supporter tim lain. Juga, membuat beragam catatan negatif akibat kelaparan di kota lain. Dua tahun terakhir, bonek diadu-domba dengan sesamanya untuk kepentingan individu dan golongan. Ironisnya dalam semua periatiwa yang berefek negtaif itu, ternyata para oknum yang memanfaatkan kefanatikan bonek selalu dan selalu cuci tangan.
[caption id="attachment_242430" align="alignright" width="250" caption="LAYANI BONEK. Walikota Surabaya Ir. Tri Rismaharini berorasi melayani protes ratusan Bonek yang berdemo di depan Grahadi Jl. Gubernur Suryo. "][/caption] SABTU (27/4) malam itu langit di atas Surabaya tanpa segumpal awan. Kerlip bintang pun dengan cantiknya berpendaran seakan siap menjadi saksi kehadiran sekitar 500 bonek se-Surabaya dalam diskusi bertajuk Forum Komunikasi Bonek Mania, di Rumah Makan Taman Sari Jl. Taman Apsari.
Para anggota Bonek yang beragam usia dari remaja hingga dewasa, serta pria dan wanita terlihat hadir memadati ruangan dengan kaos kebessaran mereka. Kaos oblong warna hijau dengan gambar buaya mangap di bagian dada atau punggung. Tak pelak lagi, ruang diskusi yang luasnya sekitar 700 m2 itu pun didominasi oleh warna hijau daun.
Acara yang juga dihadiri oleh Ketua PWI Akhmad Munir selaku moderator, dua wartawan Senior Abdul Mu’is dan Djoko Tetuko sebagai saksi sejarah perjalanan Bonek, Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak AKBP Anom Wibowo serta Danrem 084 Bhaskara Jaya, Kol. Inf. Wisnu Prasetya Budi itu, dimaksudkan untuk memberikan pencerahan terhadap Bonek Mania.
Dalam sambutannya, Walikota berharap Bonek Mania tidak lagi melihat figur tertentu dalam mendukung Persebaya. Risma juga mengumumkan rencananya untuk membentuk sebuah wadah yang bisa menaungi para suporter Persebaya dari ratusan elemen berbeda-beda. Tujuannya, ke depan semua aspirasi yang menyangkut masa depan serta keinginan Bonek bisa tersalurkan dan terarah.
“Persebaya itu pendukungnya sangat besar, meskipun saya tak bisa ambil posisi di Persebaya maupun Bonek secara langsung, Bonek dan Persebaya selalu di hati saya. Asal tidak anarkistis, saya siap mendukung sepenuhnya,” tutur Risma.
Risma juga berharap, ke depan Bonek Mania semakin solid dan tidak mudah terhasut. “Sudah cukup kita dihadapkan pada situasi sulit. Ingat! Sudah berapa orang yang menjadi korban. Kita tak ingin kasus seperti di Lamongan terulang kembali, sudah saatnya kita rapatkan barisan untuk menjadi suporter yang profesional, kita tunjukan bahwa Bonek adalah suporter yang berjiwa besar, tidak anarkis,” sebutnya.
[caption id="attachment_242431" align="aligncenter" width="630" caption="WALIKOTA Surabaya Ir. Tri Rismaharini (ditengah) diapit Kapolres Tanjung Perak AKBP Anom Wibobo (kaos hijau) dan Ketua PWI Jatim H. Achmad Munir dalam diskusi Forum Komunikasi Suporter Bonek di rumah makan Taman Sari, Sabtu (27/4/2013) malam."]
[/caption] Kendati demikian, Risma yang berkarakter tegas dan ceplas-ceplos dalam bertutur sempat terpancing amarahnya. Alumni ITS ini muntap atas pertanyaan dan pernyataan pesanan yang dilontarkan salah satu pentolan Bonek Mania pro Persebaya 1927, Cak Arifin. Pria bertopi yang juga politisi parpol PDI-Perjuangan itu mempertanyakan komitmen Risma terhadap suporter Persebaya (Bonek Mania). Secara tersirat, Bonek itu menganggap Risma kurang peduli terhadap beberapa persoalan yang melibatkan Bonek Mania.
Risma lebih tersinggung, karena sang penanya bersikap pengecut. Setelah melontarkan pertanyanaan bersikap provokasi, Cak Arifin dan pengikutnya tadi meninggalkan ruangan diskusi. Tak ayal, bukan hanya bernada tinggi ketika menjawab pertanyaan itu, mata Risma pun berkaca-kaca.
“Saya sudah jelaskan dari awal, hati saya ini Bonek. Buktinya apa? Ketika terjadi kasus pembunuhan yang dilakukan Bonek Mania di atas kereta, saya mendampingi mereka di kepolisian, sampai di pengadilan. Saya juga datangi rumah-rumah Bonek yang menjadi korban kerusuhan di Bojonegoro dan beberapa kasus lainnya, tanpa seorang pun yang tahu. Lantas di mana kalian yang mengaku pengurus ketika ada Bonek yang jadi korban,” kata Risma dengan suara parau dan sesenggukan.
[caption id="attachment_242432" align="aligncenter" width="600" caption="PERILAKU provokatif suporter Bonek yang berbuntut permasalahan serius ini, tak pernah sekalipun membuat oknum provokator bertanggungjawab atas ulah Bonek. Tidak demikian dengan Pemkot Surabaya yang selalu dibuat repot untuk melindungi para Bonek tersebut."]
[/caption] Kejengkelan Risma atas pertanyaan Cak Arifin tersebut, karena pertanyaan yang dilontarkan bersifat provokasi dan sangat tidak menghargai atas keterlibatan Pemkot Surabaya selama ini. Pemkot selalu menjadi pihak yang direpotkan atas “kenakalan” yang dilakukan Bonek. Sementara tokoh pemegang remote yang memprovokasi rasa fanatisme Bonek, selalu dan selalu cuci tangan atas dampak negatif yang disebabkan kelakuan negatif para Bonek.
Karena itu, saat meninggalkan ruang diskusi, Risma dengan suara sengau mengatakan, “Saya tahu pertanyaan yang dilontarkan tokoh Bonek itu pertanyaan pesanan. Target tokoh tersebut untuk mendiskreditkan Pemkot Surabaya yang selama ini selalau membantu Bonek. Namun biarlah Allah yang membalasnya, tapi saya akan berkoordinasi dengan kepolisian untuk mengambil tindakan tegas pada siapa pun yang mengaku tokoh Bonek jika ke depannya nanti Bonek terlibat permasalahan serius”.
Sedangkan Ketua PWI Jatim, Akhmad Munir. Ia mengungkapkan bahwa forum ini sengaja digelar untuk menetralisir gesekan antar Bonek akibat dualisme Persebaya. Munir berharap dengan adanya diskusi ini Bonek Mania bisa kembali kompak dalam mendukung tim kesyangannya.
“Ide Walikota, dalam waktu dekat akan dibuatkan sekretariat bersama. Sekber ini akan dikelola oleh semua perwakilan elemen suporter. Sehingga terjalin silaturahmi secara intens di antara mereka. Di sekber ini juga semua ide, gagasan dan protes dituangkan dan ditampung,” urainya.
Bersama-sama Bonek Mania, stake holder sepak bola Surabaya akan berkoordinasi lagi dengan pihak Pemerintah kota Surabaya. Tak hanya bermaksud menagih janji, mereka ingin pemerintah kota Surabaya mengetahui setiap perkembangan aktivitas suporter di Surabaya sekaligus menyamakan pandangan terhadap pengelolaan suporter.
Adapun pentolan Bonek Mania dari Yayasan Suporter Surabaya (YSS) Hamim Gimbal menyebutkan, perpecahan yang sempat muncul itu disebabkan komunikasi yang tidak berjalan dengan baik di antara elemen suporter Persebaya. Ia juga menganggap, opini yang dibangun melalui jejaring sosial juga menjadi salah satu faktor yang memperkeruh situasi ini.
“Saya harap, kalau ada unek-unek atau apa saja jangan hanya ditulis melalui jejaring sosial. Karena kawan-kawan kita yang tidak tahu duduk persoalannya akan terpengaruh. Apalagi, sekarang musimnya copy paste saja. Ini tidak baik karena di forum seperti itu lebih bersifat penghakiman,” katanya.
Hamim menyebutkan, bahwa opini yang terbangun dari jejaring sosial itu bisa berdampak buruk jika pelakunya memiliki tujuan buruk. “Yang akhirnya berdampak pada arus bawah. Padahal, tidak semua catatan yang dituangkan itu benar. Saya harap teman-teman tidak mudah terprovokasi oleh catatan-catatan itu,” katanya.
Bonek yang hadir pun meminta kepada walikota dan aparat kepolisian maupun TNI untuk mengawal agenda maupun persoalan yang sedang dijalankan maupun dialami Bonek. Sebab, ada kesan Bonek selalu mendapat perlakuan berbeda, khususnya dari aparat.
Merespon tuntutan itu, Kapolres Pelabuhan Tanjung Perak AKBP Anom Wibowo serta Danrem 084 Bhaskara Jaya, Kol. Inf. Wisnu Prasetya Budi menyanggupinya. “Kami akan berusaha untuk membantu Bonek dan mengawalnya. Namun untuk diketahui, dalam beberapa kasus prosesnya agak rumit karena ada prosedur yang tidak bisa kami tabrak. Namun kami tetap mengupayakan yang terbaik,” tuturnya. @
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H