Lima tahun terakhir namanya menjadi bahan pembicaraan peta persaingan cabang olahraga (cabor) nasional. Setiap tarikan busurnya di arena lomba, selalu membuat kebat-kebit hati para lawan-lawannya. Ini terjadi lantaran prestasi Srikandi Jawa Timur (Jatim) ini di Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII/2012 di Riau yang mengejutkan. Lajang berkulit sawo matang ini memborong lima keping medali emas. Sosok itu adalah Diananda Choirunisa yang digadang-gadang Persatuan Panahan Indonesia (Perpani) Jatim, menjadi salah satu atlet Jatim yang mampu mengibarkan merah putih di arena internasional.
[caption id="attachment_231976" align="alignright" width="640" caption="TERIMA BONUS. Atlet panahan Jatim, Diananda Choirunisa (dua dari kiri) menerima bonus prestasi dari Sekum KONI Jatim, Drs. Suwanto (dua dari kanan), setelah berhasil memecahkan rekornas nomor FITA Recurve putri perorangan milik Rina Dewi Puspitasari. Rekor lama 31 poin dipertajam dalam PON 2012 Riau menjadi 329 poin oleh Diananda."][/caption]
SORE itu lapangan KONI Jatim di Jl. Kertajaya Indah terlihat ramai. Puluhan atlet panahan Perpani Jatim berlatih dengan tekun. Mereka berjajar bak mengikuti sebuah lomba. Secara bergiliran mereka melepaskan anak panah yang dibidikkan. Dan, anak panah-anak panah itu melesat menuju bidang sasaran. Beberapa pemanah berhasil membukukan poin sempurna, yaitu 10 poin. Anak panahnya menambus lingkaran emas yang hanya berdiameter 12,2cm. Namun, juga banyak anak panah yang keluar dari lingkaran emas. Menambus lingkaran merah, biru, hitam dalam, hitam luar, bahkan lahan putih diluar areal bidikan.
Salah satu atlet yang berhasil membukukan bidikan sempurna berkali-kali itu, adalah Diananda Choirunisa. Kendati demikian, pelajar SMA Negeri 6 Surabaya ini terlihat tak terpengaruh dengan hasil bidikannya. Dia tetap tenang dan hanya sesekali tersenyum, sembari berjalan menuju bidang sasaran bersama pelatihnya. Untuk menghitung hasil bidikannya dalam buku catatan.
”Berhasil melakukan bidikan dengan poin sempurna atau pun tidak, kami diajari untuk melatih diri tidak terpengaruh. Sebab olahraga panahan sangat membutuhkan ketenangan psikologis seorang atlet. Sedikit saja kami terpengaruh akan memiliki dampak pada bidikan pada game selanjutnya,” kata pelajar kelas sepuluh ini.
Terlahir dari kedua orang tua yang hobi olahraga dan mantan atlet andalan KONI Jatim, pemilik nama panggilan Diah ini sempat dibuat bingiung. Dia harus memilih dua cabor sekaligus. Memilih cabor beladiri pencak silat sebagaimana yang ditekuni ayahnya, Zainudin, yang mantan pesilat andalan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Jatim. Ataukah memilih cabor panahan yang ditekuni ibunya, Ratih Widarti, yang juga mantan Srikandi Jatim.
Dalam perjalanan waktu, awalnya Diah memilih mengikuti jejak ayahnya. Dia terjun ke cabor pencak silat. Ironisnya sistem latihan yang menuntuk daya tahan fisik, ternyata membawa dampak negatif pada kesehatannya. Anak sulung dari dua bersaudara ini sering sakit-sakitan dan membuatnya sering tidak masuk sekolah.
BERPANAS MATAHARI
[caption id="attachment_231981" align="alignright" width="400" caption="Usai penggalungan medali emas nomor FITA Recurve beregu putri, trio jatim yang terdri dari Diananda Choirunisa, Mirza Veronica, dan Novia Nuraini melakukan ceremony medals di depan para juru foto media."]
[/caption] Melihat putrinya yang sering sakit, maka Rati Widarti pun menawarkan pada Diah untuk beralih ke cabor panahan. Salah satu pertimbangannya, cabor panahan tidak terlalu membutuhkan ketangguhan fisik dalam berlatih. Cukup dengan modal kesabaran dan kedisiplinan, maka putrinya diyakini tak akan mengalami gangguan kesehatan pasca latihan berat. Satu-satunya daya tahan yang mengalami tempaan hanya kekuatan untuk berpanas-panas matahari.
Gayung bersambut. Tawaran Rati pun disetujui Diah. Tak pelak lagi, sehari kemudian Diah diajak ibunya ke lapangan KONI Jatim. Diperkenalkan pada suami istri Denny Trisyanto dan Lilis Handayani. Dalam pertemuan itu Ratih menitipkan pada Lilis yang juga atlet nasional, untuk melatih dan menggembleng Diah menjadi seorang atlet panahan.
Sejak hari itulah, Deny dan Lilis getol menggembleng Diah. Dari seorang yang gagap dalam memegang busur menjadi seorang atlet yang piawai membidikkan anak panah dan membukukan poin-poin sempurna. Sukses memborong dentingan medali emas PON 2012 di Riau. Dalam pesta olahraga multieven paling prestisius di Indonesia itu, remaja berpostur peragawati ini membuat prestasi mengejutkan. Menaklukan pemanah nasional Rina Dewi Puspitasari, atlet Jatim yang berpindah ke DKI Jaya, dalam pertarungan semi-final nomor FITA Recurve putri perorangan.
Tidak cuma itu, Diananda juga berhasil memecahkan rekor putri Fita Recurve 70m dengan menyisihkan 27 pesaing. Rekor lama sebesar 318 poin yang dibukukan Rina Dewi puspitasari dalam PON XVII/2008 dipertajam menjadi 329 poin.
Sukses di nomor perorangan Diah pun kembali mendulang emas dari nomor beregu putri nomor recurve. Berpasangan dengan Novi Nuraini dan Mirza Veronica. Trio srikandi Jatim tersebut membayarya dengan kepingan emasnya setelah di final lagi-lagi menjungkalkan harapan trio DI Yogjakarta Titik, Ika, dan Nia.
Berbekal prestasinya dalam PON Riau itu, Diananda bersama 12 atlet panahan Jatim dipanggil Pelatnas SEA Games 2013 Myanmar. Ironisnya pemilik berat badan 50 kg ini bersama tujuh pemanah lain binaan duet Deny Trisanto dan Lilis Handayani hingga sekarang belum bergabung dalam Pelatnas. Mereka tidak diijinkan Pengprov Perpani Jatim, karena sikap penolakan Pelatnas sentralisasi.
“Kami menolak penyelenggaraan Pelatnas sentralisasi. Karena itu, delapan pemanah binaan kami yang dipanggil pelatnas tetap kami gembleng di Surabaya,” kata Deny Trisyanto yang juga Sekretaris Umum (Sekum) Perpani Jawa Timur.
Sikap tegas yang dilakukan Deny itu, bagi Diananda wajib dipatuhi dan dijunjung. Pasalnya alasan Deny menolak pelatnas sentralisasi di Jakarta, diyakini memiliki alasan kuat. Selain itu, dilakukan dengan pertimbangan untuk kepentingan prestasi atlet panahan Jatim.
”Saya mendukung sikap Perpani Jatim. Saya hanyalah seorang atlet. Tugas saya hanya berlatih dan berlatih semaksimal mungkin, sehingga saat diturunkan dalam arena pertandingan harus selalu siap setiap waktu untuk membukukan prestasi yang membanggakan daerah, negara, dan pelatih,” ujar Diananda dengan tersenyum.
Bagaimana peluang di Sea Games? Dengan wajah memerah, dia menegaskan, sangat yakin mampu mempersembah medali emas bagi Indonesia. Ini karena diyakini, bahwa saat ini skill yang dimiliki mengalami perkembangan pesat dibanding saat tampil dalam PON 2012 silam. Dasar keyakinan lainnya, karena dia seorang atlet yang harus berjuang maksimal tanpa harus gentar dengan siapa pun lawan yang akan dihadapi di Myanmar.
Kesempatan memperkuat kontingen nasional, diakui, penampilan dalam SEA Games Myanpar merupakan kali pertama bagi penggemar bakso ini untuk tampil dalam pesta olahraga tergengsi di Asia Tenggara itu. Karena itu, dia tak akan melewatkan kesempatan itu kalau saja berangkat ke Myanmar. (#)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H