Sejak pertengahan November lalu, nama Dr Dipo alam menjadi pembicaraan nasional. semua media cetak hingga elektronik melaporkan cuplikan-cuplikan berita terkait sepak terjangnya, sebagai bahan laporan headline atau menghiasi halaman utama. Semua itu berlangsung hingga saat ini, karena Sekretaris Kabinet itu secara tidak terduga melaporkan para anggota DPR yang diduga bermain proyek di tiga Kementerian ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 14 November. Tak pelak, sejak saat itu kegegran pun mendera di tiga Kementrian yang dilaporkan, juga menimpa lembaga DPR di Senayan.
[caption id="attachment_212910" align="aligncenter" width="620" caption="MELAKSANAKAN INPRES. Sekretaris Kabinet (Seskab) Dr. Dipo Alam membuat kejutan di peta politik nasional. Menerima tantangan DPR dengan melaporkan skandal kongkalikong antara 3 Kementrian dengan anggota DPR pada KPK. Pro dan kontra atas sikapnya berdatangan, tapi dia tak gentar. Sebab yang dilakukan melaksanakan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 17 Tahun 2011, tentang rencana Aksi Pencegahan dan Pembarantasan Korupsi (PPK) tahun 2011 "][/caption] MENJADI bahan berita media, tak sekalipun pernah diimpikan Dr. Dipo Alam. Selain tergolong mahluk yang irit bicara, jabatannya sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab) merupakan ujung tombang dalam pelayanan terhadap Presiden. Sedangkan tugas Seskab sesungguhnya adalah memberikan dukungan teknis dan administrasi, analisis kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan program pemerintah, penyiapan rancangan Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, dan Instruksi Presiden, penyiapan penyelenggaraan sidang kabinet, serta pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan pemerintahan dan kepangkatan pegawai negeri sipil (PNS) yang kewenangannya berada di tangan Presiden dan PNS di lingkungan Seskab.
Dengan tugas pokoknya dalam sistem penyelenggaraan negara tersebut, maka sangat tidak memungkinkan seorang Dipal (panggilan akrab Dipo Alam, red) bertemu langsung dengan sekumpulan “kuli disket” untuk memberikan statemen kenegaraan. Pasalnya pemikiran, pendapat dan kebijakan bersifat kenegaraan yang dilakukan seorang SBY, merupakan buah analisanya sebagaimana tugas pokoknya.
Tidak hanya itu, bahkan Dipal merupakan salah satu pejabat yang sangat menentukan nasib seorang PNS yang kewenangan pengangkatan dan pemberhentian di tangan Presiden. Misalnya, mengangkat/memberhentikan Menteri, Duta Besar dan Konsul berdasarkan Perubahan UUD 1945, dan mengangkat/memberhentikan Wakil Menteri berdasarkan pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Namun tidak demikian yang terjadi hampir sebulan terakhir ini. Nama Dipal sering menghiasi halaman depan dan menjadi headline media cetak, juga mewarnai tayangan-tayangan di media elektronik. Semua itu terjadi dalam waktu bersamaan, karena dua kejutan dilakukan oleh bapak dari Dian Adiwaskitarini dan Indrika Amalia ini.
Dua kejutan yang dilakukan Dipal itu adalah melaporkan praktik kongkalikong anggaran antara pejabat di tiga kementrian, yang kononnya adalah Kementerian Pertanian, Kementerian Pertahanan dan Kementerian Perdagangan. Pasangan kongkalikong yang merugikan negara itu yaitu para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari komisi yang bermitra dengan ketiga kementerian tersebut.
Laporan Dipal dilakukan pada KPK, Rabu 14 November 2012 malam. Usai melaporkan, Dipal mengunci rapat-rapat informasi tentang nama kementerian yang dilaporkan. Demikian pula deret anggota DPR yang diduga ikut terlibat kongkalikong anggaran tersebut.
Kejutan yang dilakukan Dipal ini pun mendulang pro dan kontra. Banyak parpol dan individu yang mendukung sikapnya, tapi banyak juga yang mengecam dan mencurigainya. Pelaporan kongkalikong anggaran yang merugikan keuangan negara itu dicurigai sebagai cara untuk pengalihan isu. Ada juga yang menuding sebagai cara untuk membangun imaje guna Pilpres 2014.
Kendati diakui, sangat masgul atas tudingan dan tuduhan negatif atas keputusannya melaporkan kongkalikong anggaran itu, ternyata mantan Ketua Umum Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia ini memilih untuk memaafkan. Sebab yang dilakukan itu, berawal dari penerbitan Surat Edaran (SE) Seskab Nomor SE–542/Seskab/IX/2012, dilanjutkan dengan penerbitan SE Seskab Nomor SE-592/Seskab/XI/2012. Melaporkan tiga kementerian ke KPK dasarnya mencegah terjadinya tindak korupsi yang merugikan keuangan negara.
Selain itu, menindaklanjuti arahan Presiden dalam 13 kali sidang kabinet, menurut dia, apa yang dilakukan sekadar melaksanakan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 17 Tahun 2011, tentang rencana Aksi Pencegahan dan Pembarantasan Korupsi (PPK) tahun 2011 sebagai bagian dalam rangkaian implementasi Strategi Nasional (Stranas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK), seperti yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden (PP) No.55 tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan korupsi.
“Inpres itu jelas memerintahkan para Menteri KIB, Seskab, Gubernur, Walikota/Bupati diminta melaksanakan aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi . Dalam rangka pelaksanaan Inpres itu, semua K/L, Pemda Provinsi, Kabupaten/Kota wajib berkoordinasi dg KPK. Inpres itu yang menjadi dasar keputusan saya melaporkan tiga kementrian dan anggota DPR atas dugaan kongkalikong anggaran itu,” kata mantan Sekjen D-8 ini dengan tersenyum.
Apakah Presiden tidak tahu? “Saya Sekretaris Kabinet ini. Dari 365 hari waktu saya bekerja, hampir 80 persen saya berkerja dengan beliau. Dengan banyaknya waktu ini, mungkinkan Presiden tidak tahu? Apa saya tidak melapor? Silahkan saudara mencernakan ini semua,” ujarnya saat jummpa pers di kantornya.
oooOooo
[caption id="attachment_212911" align="alignright" width="434" caption="Seskab Dipo Alam saat melakukan pertemuan di kantor Dewan Pers membahas perseteruannya dengan TV-One dan Media Grup (Metro-TV, dan Harian Media Indonesia)."]
[/caption] Belum tuntas polemik dengan DPR dan tiga kementrian terkait pelaporannya yang mulai didalami KPK, ternyata sebuah masalah baru menghampiri pria berusia 63 tahun. Rival yang kini dihadapi adalah kelompok Media Group. Itu bermula dari sikapnya yang menyemprot dua media televisi dan satu media cetak yang dinilai tak melakukan pemberitaan secara terukur, yaitu TV One, Metro TV, dan Harian Media Indonesia.
Kedua televisi swasta yang dimiliki politisi tersebut dikatakan terus-menerus menjelekkan pemerintah. TV One adalah kepunyaan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie. Sementara harian Media Indonesia dan Metro TV adalah milik politisi Partai Golkar yang saat ini gencar membangun organisasi dan parpol Nasional Demokrat, Surya Paloh.
Selain kerap menayangkan adegan kekerasan berulang-ulang, kedua stasiun televisi ini kerap menayangkan pemberitaan tak berimbang. "Ini, kan, membuat investor lari. Seolah-olah Indonesia ini kacau. Indonesia ini gelap," kata mantan Deputi Menko Perekonomian ini. Ditegaskan, pemerintah tidak alergi kritik, tetapi Dipo meminta kritik dilakukan secara sehat dan seimbang sehingga tidak menimbulkan persepsi yang salah.
Karena itu, pria berkacamata ini sempat mengancam media yang selalu mengkritik pemerintah dengan tak berimbang dan tendensius, ditegaskan tak akan mendapat iklan dari institusi pemerintah. Demikian pula informasi terkait kegiatan pemerintah. Sikap itu akan dilakukan secara resmi pada semua Sekretaris Jenderal dan humas-humas lembaga negara di seluruh Indonesia.
Saat melakukan mediasi dengan TV-One yang diengahi Dewan Pers, TV-One yang diwakili Pimred H. Karni Ilyas dan Dipo sepakat melakukan islah. Sebaliknya tidak demikian dengan Media Grup. Dipo pun dilaporkan ke Bareskrim Polri. Setelah melakukan penyelidikan, Bareskrim memutuskan tidak menemukan unsur pidana dan memutuskan penghentian kasus.
Namun, seperti diketahui. Selain melakukan gugatan pidana, Media Grup juga melayangkan gugatan perdata. Gugatan itu tengah diproses di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dipo digugat, setelah melontarkan pernyataan beberapa media yang sering mengkritik pemerintah dengan tidak seimbang sebaiknya diboikot.
“Saya tidak takut dengan gugatan perdata Media Grup. Allah pasti melindungi saya, karena saya lakukan sebagaimana tugas kedisanan sebagai pejabat negara. Selain itu, saya ingin menunjukkan pada masyarakat, bahwa keterbukaan media di Indonesia sudah kebablasan, sehingga harus diingatkan agar dikemudian hari, makna keterbukaan yang ada dilakukan semua media dengan benar dan tepat,” kata pendiri Yayasan Batik Indonesia (YBI) ini. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H