Lihat ke Halaman Asli

Prika Fatikasari

Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura

Kebebasan Berekspresi pada Jurnalis Terancam Karena Politik

Diperbarui: 4 Juli 2024   13:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kebebasan berkespresi sang Jurnalis Aiman Witjaksono harus berususan dengan hukum akibat dari pernyataannya yang diunggah pada laman akun media sosialnya terkait oknum anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang tidak netral terhadap pemilu 2024. Yang dimana hal tersebut diklaim sebagai pelanggaran pers.

Siapa yang tak kenal dengan Aiman Witjaksono, merupakan jurnalis senior sekaligus pembawa berita yang sering riwa-riwi di layar kaca pemberitaan di televisi nasional. Dia juga pernah berhasil menduduki posisis wartawan senior pada salah satu stasiun tv di Indoesia. Pria berusia 45 tahun ini rela mengundurkan diri dari dunia junalis dan pers  dan memilih untuk melanjutkan dan berkiprah di dunia politik. Sang mantan junalis ini menjadi calon legeslatif partai Perindo pada pemilu 2024 yang lalu. Selama melangsungkan kampanye, Aiman telah dinonaktifkan status jurnalisnya.

Pernyataan Aiman telah diunggahnya pada 10 November 2023, dituliskan bahwa ada dugaan ketidaknetralan Polri yang menyatakan mendukung kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2, yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Pernyataan itupun berbuntut dilaporkan oleh enam pihak yang merasa dirugikan atas pernyataan Aiman, maka dari itu, ia pun telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Aiman bahkan dituding telah menyebarkan ujaran kebencian dan pemberitaan bohong. Aiman telah dilaporkan dengan pasal berlapis yaitu Pasal Pasal 28 ayat (2) j.o Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19  Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang ITE dan/atau Pasal 14 dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Laporan itu telah diproses oleh Polda Metro Jaya kemudian menerima klarifikasi dari enam pihak pelapor. Lalu pada 29 November 2023, kepolisian juga melakukan pemeriksaan dan meminta keterangan dari 26 orang. Pada tanggal 27 Desember 2023, dilakukan gelar perkara. Hasilnya, kasus Aiman naik ke tahap penyidikan.

Pada 26 Januari 2024, Aiman datang memenuhi panggilan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya sebagai saksi. Aiman mengaku bahwa pada saat mengunggah pernyataan di media sosialnya, dia masih berstatus sebagai jurnalis aktif. Oleh karena itu, dia mengajukan hak tolak untuk mengungkap identitas narasumber.

Dalam konferensi pers di Media Lounge TPN, Cemara, Jakarta, 30 Januari 2024, Aiman memberikan pernyataan kepada media terkait hak tolak yang dimilikinya.

"Saya tetap memegang teguh komitmen saya untuk tidak pernah membuka identitas narasumber saya, dengan risiko apapun. Saya meyakini mereka adalah orang-orang baik yang menjaga kredibilitasnya, sehingga saya wajib melindungi identitas mereka, walaupun ada risiko saya atas itu," kata Aiman.

Berikut adalah beberapa fakta terkait dengan kasus ini:

1.         Pernyataan Polisi Tidak Netral: Aiman Witjaksono, seorang wartawan dan Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) paslon Ganjar Pranowo-Mahfud, mengeluarkan pernyataan bahwa polisi tidak netral dalam Pemilu 2024. Pernyataan ini disampaikan melalui unggahan di Instagram pribadinya pada 11 November 2023.

2.         Penyitaan HP: Pada 26 Januari 2024, penyidik Polda Metro Jaya menyita HP Aiman karena dugaan pelanggaran prosedur. Aiman menolak awalnya karena khawatir identitas narasumbernya terungkap, tetapi setelah penyidik menunjukkan surat penetapan dari pengadilan, ia tidak berlawan lagi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline