Lihat ke Halaman Asli

Priesda Dhita Melinda

Ibu dari 2 orang anak perempuan dan juga seorang guru yang ingin terus belajar

Anak Itu Berkat, Bukan Penghambat

Diperbarui: 25 Februari 2019   19:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok.pribadi

Dulu sewaktu gadis, aku bermimpi menjadi seorang wanita karir dan juga sebagai ibu. Keduanya harus sukses. Tapi sekarang saat semua sudah terjadi, ternyata dua hal ini tidak mudah. Keduanya harus dipilih, mana yang harus lebih diprioritaskan, pekerjaan atau anak. Seorang ibu yang baik pasti akan memilih anak sebagai prioritas. Yap, itu aku dulu begitu. Apapun untuk anak. 

Roda kehidupan terus berputar, pekerjaan membutuhkan banyak waktuku dan kebutuhan semakin meningkat, baik kebutuhan dapur, diri sendiri maupun kebutuhan anak. 

Pilihan untuk memprioritaskan pekerjaan semakin kuat. Sampai terkadang aku harus mengorbankan waktu yang harusnya untuk Nadine, tapi tidak. Secara tidak langsung, Nadine pun menjadi "korban" atas pilihanku.

Bersyukurnya, ibu dan bapakku membantu untuk menjaga Nadine selama aku bekerja. Bukan aku mau memanfaatkan mereka, tetapi mereka sendiri yang bersedia untuk membantuku karena mereka yakin orang lain tidak akan sebaik mereka saat menjaga Nadine, selain itu mereka juga tahu kondisi ekonomiku yang masih belum mumpuni. Tetapi hal ini bukan tidak ada halangannya, aku hampir sering beda pendapat dengan orang tuaku. 

Dari hal sepele sampai hal serius. Yah, namanya juga hubungan antara orang tua dan anak ya, pasti ada ributnya. Hari ini ribut, besok juga baikan. Akan tetapi, dari keributan yang kami "ciptakan" itu lagi-lagi mengorbankan Nadine. Apalagi sekarang Nadine sudah semakin besar, usianya 3 tahun. 

Di usia ini dia sudah semakin egois, ingin menang sendiri, apapun keinginannya harus dipenuhi dan juga bisa menolak ataupun beralasan jika dia tidak mau melakukan sesuatu atau jika dia tidak suka. Hal ini terkadang membuat emosiku naik turun dan hal ini juga yang membuat emosi orang tuaku naik turun. Memang sih ini menguji kesabaranku dan memang inilah perkembangan untuknya.

Bersyukurnya lagi aku boleh membawa anakku bekerja. Jadi kalau ibuku sedang sibuk atau saat aku lagi "ngambek" sama ibuku, maka Nadine bisa aku ajak. Seperti hari, Nadine aku ajak lagi karena aku dan ibu ada beda pendapat. 

Saat di jalan, aku berpikir dan merenung bahwa dengan adanya Nadine harusnya aku tak boleh merasa keberatan atau merepotkan saat aku harus aku pergi, termasuk kerja. Serepot dan sesibuk apapun, Nadine adalah anakku yang harus aku jaga dan dia selalu membutuhkan aku. Meskipun akhir-akhir ini aku dan Nadine sering berantem, karena dia nggak nurut sama aku. 

Aku juga mulai tersadar, bahwa dengan adanya Nadine, berkat untukku sebenarnya banyak, akunya saja yang tak sadar. Aku tak boleh menganggap Nadine menyusahkan atau apapun itu namanya, jadi selama memang bisa aku mengajak Nadine, akan aku ajak dia. 

Seribet dan seriwehnya hari itu aku tak boleh mengeluh. Memang iya sih, aku sering mengeluh karena Nadine mulai banyak tanya, aktif dan maunya banyak sekali. Yaaahh... aku ini hanya emak biasa, jadi wajarlah ya kalau aku mengeluh. Tapi mulai sekali, aku berjanji pada diriku sendiri untuk menerima keadaanku termasuk Nadine. Aku harus bersyukur dengan adanya dia.

Tulisan ini sebenarnya untuk mengingatkanku pada kejadian hari ini, supaya aku tak mengeluhkan lagi soal Nadine. Aku tahu, aku hanya seorang ibu biasa yang masih banyak sekali kekurangan, tapi aku akan terus berusaha untuk menjadi ibu yang terbaik untuk Nadine. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline